Mohon tunggu...
Edy Supriatna Syafei
Edy Supriatna Syafei Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Tukang Tulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Tejo Pilih Tuyul, Kematian Menanti Melati

7 Oktober 2020   06:53 Diperbarui: 7 Oktober 2020   07:01 737
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi tuyul Foto | pesugihandanahibah.blogspot.com

Sang suami bertahan pada pendapatnya. Namun Ibu Melati menghendaki untuk ikut nasihat Tuan Guru. Semua itu dimaksudkan agar rasa sakit yang hinggap di dirinya segera enyah. Kabur.

"Abang tidak merasakan betapa sakitnya dada ini. Bernanah pula?" teriak Ibu Melati sambil menangis.

"Tidak, sayang!"

Kalau kita menuruti nasihat Tuan Guru, kita bakal miskin. Tak ada orang sekitar menaruh hormat lagi.

Pengalaman menjadi orang miskin sungguh menyakitkan, kata sang suami sambil merendahkan nada suaranya.

Kala mereka bertengkar, sang suami, Tejo, perasaannya terbelah. Masih menaruh rasa sayang kepada isterinya. Di sisi lain ia terbayang ketika menjalani kehidupan miskin. Miskin lagi.  

Andai ia menuruti nasihat Tuan Guru, kandang-kandang tuyul di pekarangan belakang rumah harus dihancurkan.

Mengapa?

Ya, karena tuyul-tuyul itu setiap hari harus hadir. Tuyul harus dilayani dengan cara menetek kepada  Ibu Melati. Jika tak diberi, mereka tak mau bekerja. Menolak perintah.

Bila Ibu Melati tak melayani para tuyul peliharaannya, ya kemiskinan segera hadir. Dan, kematiannya pun sudah menanti.

Salam berbagi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun