Mohon tunggu...
Edy Supriatna Syafei
Edy Supriatna Syafei Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Tukang Tulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Tejo Pilih Tuyul, Kematian Menanti Melati

7 Oktober 2020   06:53 Diperbarui: 7 Oktober 2020   07:01 737
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi tuyul Foto | pesugihandanahibah.blogspot.com

Lalu Tuan Guru menambahkan penjelasannya bahwa mengapa  ia langsung mendatangi pekarangan belakang rumah begitu masuk rumah ini.

Ibu Melati yang mendengar ucapan Tuan Guru seperti itu, nampak kaget. Pandangannya terfokus kepada Tuan Guru penuh curiga. Sedari awal kedatangan Tuan Guru,  sang ibu ini sudah bertanya-tanya dalam hati.

Lantas, Ibu Melati cepat-cepat membenarkan letak duduknya. Serius memperhatikan setiap kata yang meluncur dari mulut Tuan Guru.

Pada awalnya Ibu Melati terlihat lemas. Kini badannya seolah tegap dan matanya yang tajam terus menerus memandang tamu yang diundangnya itu.

*

Ibu Melati sudah lama menderita sakit. Kekayaannya seperti terkuras habis untuk biaya berobat. Berbagai dokter spesialis sudah didatangi untuk dimintai pertolongan agar sakit di dadanya segera sembuh. Penderitaan itu sudah cukup lama dirasakannya.

Lantaran tak kunjung sembuh itulah maka Ibu Melati memanggil seorang guru ngaji atau ustaz dari Nusa Pati, sebuah kampung yang lokasinya berseberangan dengan Desa Peniti. Hal Itu dilakukan sebagai pilihan terakhir, berobat ke alternatif seperti yang banyak dianjurkan anggota keluarga.

Lantaran pengobatan itu menyangkut keleluasaan sang pemilik rumah, Tuan Guru minta agar pengobatan didahului dengan pembicaraan dalam ruang tertutup. Konsultasi.

Ya, hanya Ibu Melati dan suaminya, Tejo, ikut menyaksikan apa yang hendak disampaikan Tuan Guru.

**

Seusai Tuan Guru meninggalkan kediaman rumah Ibu Melati, ribut besar tak terhindarkan. Gaduh. Seperti perang yang tengah berlangsung sengit diselingi suara teriakan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun