Banyak kalangan memujinya. Namun belakangan program itu dikesankan seperti cari sensasi, cari peringkat ketimbang kedalaman informasi. Karenanya, pegiat media sosial Denny Siregar mengkritisi tampilan Najwa mewawancarai kursi kosong.
Dikabarkan, Â Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto yang sudah mengirimkan Dirjennya untuk hadir di acara Mata Najwa. Â Disebutnya, Â tim produksi Mata Najwa menolak.
"Ada berita sebenarnya Menkes Terawan sudah mengirimkan Dirjennya untuk bicara di acara @MataNajwa, tapi tim produksi menolak," sebutnya lagi.
Denny juga telah meminta  jawaban kepada Najwa Shihab atas kabar tersebut. Hasilnya, nihil.
Hingga kini dari Kemenkes tak pernah mengeluarkan pernyataan terkait ketidakhadiran Terawan dalam acara Mata Najwah. Â Komentar Najwa dalam acara itu tak ditanggapi meski publik ramai membicarakan dirinya.
Pasca wawancara kursi kosong, pembicaraan tak lagi terfokus pada Covid-19. Tetapi kepada sang menteri. Ada apa dengan Menkes ?
Sebagai jurnalis senior, sayogianya Mbak Nana melihat persoalan secara komprehensif. Bukan mencari sensasi. Tugas jurnalis adalah memenuhi kebutuhan publik dengan informasi (Covid-19). Â
Andai saja Najwa tidak terperangkap pada kebutuhan mencari peringkat (rating) dalam tayangannya itu, ia bisa memahami seorang menteri tak hadir pada program yang dipandunya.
Sebagai anak mantan menteri agama, Najwa pasti memahami kala ayahandanya berhalangan untuk hadir dalam suatu acara. Pasti ada pertimbangan, apa lagi kalau menterinya sudah mengirim wakilnya seorang Dirjen, punya otoritas di bidangnya.
Menjadi pekerja pers itu harus cermat dan teliti. Harus ada kesadaran bahwa wartawan itu pun bisa membuat kesalahan. Ada subjek berita yang diberitakan tidak menyenangkan.
Mengingat lagi banyak tokoh publik, Â apakah ia pejabat negara atau swasta, terutama yang dianggap "untouchable", merasa tidak boleh diberitakan secara tidak menyenangkan.