Mohon tunggu...
Edy Supriatna Syafei
Edy Supriatna Syafei Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Tukang Tulis

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Wakil Ketua MPR Getol Kritik Kebijakan Kemenag

7 September 2020   22:16 Diperbarui: 7 September 2020   22:39 226
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hidayat Nur Wahid. Foto | Ist

Makin gerah saja. Ini bukan lantaran kota Jakarta beberapa hari didera udara panas, tetapi perseteruan Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Hidayat Nur Wahid dengan Menteri Agama, Fachrul Razi, makin menguat.

Hidayat Nur Wahid makin getol menyoroti dan mengeritik kebijakan Kementerian Agama (Kemenag), terutama terkait program penceramah bersertifikat.

Sepertinya persoalan program penceramah bersertifikat itu makin "dibesarkan". Bagai bara apa di tungku terus dikipasi.

Mengapa begitu?

Ya, lantaran program tak wajib bagi penceramah agama itu ditentang habis-habisan. Nur Wahid, yang juga merupakan pentolan dari Partai Keadilan Sosial (PKS) sepertinya merasa terganggu dengan program kementerian itu.

Menteri Agama, sepertinya terus menerus mendapat tantangan prihal kebijakannya itu. Bahkan digaungkan ia harus segera dicopot.

Jika saja nanti terjadi perombakan kabinet, menteri agama itu sangat diunggulkan untuk dicopot. Pasalnya, ya banyak pihak yang terganggu kepentingannya dengan hadirnya Fachru Rozi di kemeneterian itu. Dan, andai saja Joko Widodo (Jokowi) selaku presiden tak jeli, bisa saja "kecele" dengan para pengusul bahwa menteri yang berasal dari kalangan militer itu dicopot.

Kita patut ingat, rusaknya dan suburnya korupsi di kementerian penjaga moral itu juga tak lepas dari intervensi anggota legislatif. Lihat, praktek korupsi percetakan Alquran, ujungnya melibatkan anggota dewan. Juga beberapa proyek lainnya, orang partai ikut bermain di situ.

Ah, sudahlah. Kita maafkan saja para pelakunya. Tapi, ya tentu tak untuk dilupakan.

Kembali kepada program penceramah bersertifikat, kini seolah Nur Wahid tengah berada di atas angin. Boleh jadi dapat dikatakan tengah naik daun lantaran kritiknya atas kebijakan kepada Kemenag mendapat sambutan hangat.

Itu tercermin dari pernyataan Sekretaris Jenderal MUI Anwar Abbas akan mundur kalau MUI ikut terlibat dalam penyelenggaraan program itu. Wakil Sekretaris Jenderal MUI Tengku Zulkarnain juga ikut menyuarakan penolakan terhadap program Kemenag itu. 

Tentu saja  tokoh Persaudaraan Alumni 212 Novel Bamukmin ikut mengamini dengan menyebut bahwa pernyataan penolakannya sudah lama digaungkan. Bahkan, menurut Bamukmin program tersebut buat dai hanya akan memicu kegaduhan dan keresahan di kalangan umat Islam, seperti yang berlangsung akhir 2019.

Dia menyebutnya sangat berbahaya lantaran akan mengotak-kotakan para mubaligh.

**

Program program penceramah bersertifikat sesungguhnya sudah lama digaungkan kementerian tersebut. Namun selalu menuai kritik, dengan berbagai argumentasi. Salah satunya membatasi gerak para penceramah di beberapa rumah ibadah.

Namun di sisi lain, banyak manajemen perkantoran merasa kesulitan menghadirkan penceramah "kompeten" dan berkualitas untuk mengisi kegiatan ibadah shalat Jumat, misalnya. Penceramah tak memahami rukun sholat Jumat dan mengisi ceramah tak sesuai tuntutan manajemen kantor yang menginginkan hadirnya Islam Rahmatan Lil Alamin, sekaligus untuk memberi penyejukan kepada umat.

Bahkan hadirnya murogi untuk shalat Jumat dipermasalahkan dan disebut sebagai bid'ah. Juga, kala "suhu" politik tengah "menghangat"di tengah Pilkada, penceramah membawa pesan calon tertentu dengan ikut menjelekan pihak lawan. Tak heran pula, masjid telah dijadikan "rumah besar" bagi kader-kader partai tertentu.

Nah, realitas itu sesungguhnya sudah lama dipantau. Namun, tentu, pihak Kemenag tak terbuka bicara seperti itu. Baru bicara sepotong saja tentang radikalisme, sambutannya demikian "dahsyat". Banyak pihak merasa khawatir agenda-agendanya bakal tergusur ke depannya.

Kemenag, untuk program tersebut, melibatkan banyak pihak. Seperti:  Lembaga Ketahanan Nasional, Badan Pembina Ideologi Pancasila, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, Majelis Ulama Indonesia. Kementerian ini melibatkan Lemhanas dengan maksud memberi penguatan pada aspek ketahanan ideologi. Sementara keterlibatan BNPT untuk berbagi informasi tentang fenomena yang sedang terjadi di Indonesia dan di seluruh dunia.

Demikian juga prihal melibatkan Kehadiran BPIP untuk memberikan pemahaman tentang Pancasila, hubungan agama dan negara. Sementara MUI dan ormas keagakaab adalah lembaga otoritatif dalam penguatan di bidang Agama.

Lantas, bagaimana jika MUI tak mau ambil bagian dalam program ini. Ya, baiknya jalan terus. Toh, ini tak mengandung pemaksaan.

Direktur Jenderal Bimas Islam Kamaruddin Amin dalam Rapat Evaluasi Nasional Direktorat Penerangan Agama Islam menyebut, program penceramah bersertifikat merupakan arahan Wakil Presiden Maruf Amin, yang juga ketua umum Majelis Ulama Indonesia. Tahun ini, target peserta program ini adalah 8.200 penceramah, terdiri 8.000 penceramah di 34 provinsi dan 200 penceramah di pusat.

Penulis sependapat dengan pegiat media sosial, Denny Siregar. Kementerian Agama sayogianya  agar tidak peduli dengan MUI.

Kenapa?

Ya, tadi,  lingkungan pemerintah dan BUMN harus dilindungi dari paham radikalisme. Sebab, penulis pun sering mendapati penceramah membaca Alquran tak sesuai tuntunan tajwid. Tak bisa membedakan mana hadist dan tafsir Alquran.

Andai saja pejabat di MUI tak setuju dengan kebijakan Kemenag, ya sepatutnya tinggalkan gedung MUI yang dibangun pemerintah itu. Tak dilarang untuk membentuk MUI sempalan, kok?

Salam berbagi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun