"Abang, kan waras?" tanya Saodah dengan nada bergurau.
"Iya, waras," sahut Mamat.
Lantas Mamat angkat bicara. Jika masih ragu dengan kesehatan jiawanya, Â ia menawari untuk mendampinginya ke rumah sakit jiwa. Biar tuntas, kita sama-sama yakin bahwa dalam berumah tangga dijalani dengan sehat jasmani dan rohani.
"Dengan begitu, tidak ada dusta di antara kita," kata Mamat.
"Nah, soal abang kelilipan. Itu memang betul terjadi. Setiap hari," katanya.
Nah, sampai di sini, Saodah jadi bingung. Kelelilipan benda apa. Yang namanya kelilipan itu, mata kemasukan debu. Atau batu kecil sehingga di mata terasa gatal atau perih. Tapi ketika kelilipan, sang suami tak pernah minta dicarikan obatnya.
"Abang kelilipan perempuan!" kata Mamat.
Mendengar kata perempuan dari mulut sang suami, Saodah bingung dan curiga. Sebagai wanita yang setia menemaniya bertahun-tahun, tentu saja muncul cemburunya. Dadanya berdegub keras. Dan, Mamat merasakan getaran itu.
Tanpa sadar, kepalan tinju Saodah mendarat ke dada Mamat. Sekali dipukul, Mamat diam. Dua kali pukulan mendarat, Mamat diam sambil menahan sakit. Tiga kali pukulan, Mamat menangkap bogem Saodah. Lalu, ia beruapa menenangkan diri isterinya yang tengah memuncak cemburu buta.
"Dengarkan, bicaranya belum selesai!" pinta Mamat dengan suara meninggi.
Saodah diam. Namun suara tangisnya makin keras. Untuk meredam suasana cepat tenang, Mamat mengeluarkan ultimatum.