Sebelum menuangkan tulisan ini, sungguh, penulis mengucap Bismillahirrahmanirrahim. Tentu pula disertai ucapan Istighfar. Mengapa perlu dilakukan? Ya, dengan harapan agar tulisan ini memberi manfaat dan terhindar dari ucapan yang sekiranya dapat menyakitkan.
Apa lagi sekarang bulan Ramadan. Kata orangtua di kampung dan para ulama, Ramadan itu adalah bulan pembakaran dosa sekaligus juga ladang amal. Terlebih lagi dalam tulisan yang diangkat adalah sosok Babe Haikal dan persoalan (nasi) anjing.
Siapa sih yang tak kenal dengan Babe Haikal, mantan juru bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto - Sandiaga Uno. Ia punya gaye (gaya) khas Betawi. Dialeknya ceplas-ceplos. Tak terlalu jauh berbeda dengan gaya tetangga penulis yang dulu bermukim di kawasan Tanah Abang.
Haikal Hassan Baras kadang tampil sebagai mubaligh di layar kaca. Wuih, keren.
Pada sebuah laman, tiba-tiba ia menarik perhatian publik. Sang ustaz ini mendatangi warga penerima nasi bungkus (cap) anjing di Tanjung Priok, Jakarta Utara.
Ada apa?
Sebelumnya diwartakan, warga sekitar Masjid Babah Alun Warakas, Tanjung Priok, Jakarta Utara mendapat bantuan sebungkus makanan cepat saji dari ARK Qahal. Warga yang mendapat bantuan bercap kepala anjing juga terdapat tulisan "Nasi Anjing, Nasi Orang Kecil, Bersahabat dengan Nasi Kucing, #jakartatahanbanting".
Meski nasi bungus halal lantaran tak mengandung unsur anjing, warga setempat merasa dilecehkan. Nah, terkait hal inilah lalu Babe Haikal mendatangi warga penerima nasi bungus cap anjing. Tentu, ya datang tak lenggang kangkung, dong?
Pada kesempatan ini Babe membagikan beras 5 kg dan uang tunai Rp50.000 kepada sejumlah warga. Berapa total sumbangan dari Babe Haikal itu? Tak tahulah, hanya ia yang mengetahui.
Di kesempatan itu ia mengingatkan warga agar ke depan tidak lagi menerima nasi anjing.
Dengan gaya dialek Betawi yang kental ia menyebut, nasi anjing satu bungkus paling 3.000 perak. Kurang ajar, mentang-mentang orang susah dikasih nasi anjing.
Babe Haikal juga menyempatkan diri mendatangi yayasan yang membagikan nasi anjing kepada warga. Namun Haikal tak berhasil menemui pengurus yayasan.
Andai saja ia dapat menjumpainya, tak terbanyangkan di benak penulis. Bisa jadi pengurus ARK Qahal dilumat habis. Haikal masih tidak percaya dengan pernyataan pengurus yayasan Qahal yang menyebut bahwa anjing merupakan wujud setia.
Menurut dia, anjing itu wujud penjilat kepada yang memberi makan. Dalam semua agama anjing merupakan binatang yang rendah.
Baca juga: Anjing, Nasi Anjing, dan Najis Anjing
**
Sungguh penulis merasa bersyukur mendapat informasi melalui media sosial bahwa Babe Haikal turun ke lapangan, ikut menyaksikan penderitaan masyarakat lapisan bawah. Lebih bersyukur lagi di tengah pendemi Covid-19 dan banyaknya karyawan di-PHK jika Babe Haikel ikut menggerakan rekan-rekannya membantu masyarakat miskin.
Boleh dong alumni Universitas Monash, eh salah, alumni Monas Jakarta diimbau untuk turut membantu warga miskin yang saat ini tengah membutuhkan.
Tentu bantuan itu tidak disertai rasa riya. Bukankah ulama sudah tahu dan memberi contoh dan kita pun sepakat bahwa jika bantuan disertai riya, ya hasilnya bagai debu berterbangan. Tegasnya, tidak membuahkan hasil.
Ah, jadi malu. Ucapan ini tak bermaksud untuk menggurui atau berceramah. Seperti menabur garam di lautan luas saja. Eehhhmm.
Nah, jika kita memperhatikan kata demi kata melalui media sosial yang disampaikan Babe terkait dengan anjing yang disebutnya sebagai binatang rendah, wah, di sini jidat penulis jadi mengkerut.
Kalaulah Babe masih belum terima gambar anjing di nasi bungkus sebagai penghinaan, itu dapat dimaklumi. Itu haknya. Apa lagi yang bicara seorang pentolan Betawi dan punya predikat ustaz. Namun harus dipahami bahwa kata anjing yang dipakai dalam pergaulan untuk daerah tertentu tak selalu dapat dipahami sebagai penghinaan.
Dapat saja hal itu sebagai kata gurauan. Bercanda di antara sesama rekan yang sebaya. Penulis belum pernah mendapati tulisan “Awas Anjing Galak” di pagar rumah orang kaya diprotes untuk diganti “Awas Pemilik Rumah Galak”.
Yang sering penulis jumpai adalah ketika mendekati rumah seorang gadis, dari kejauhan sudah terbaca “Awas Babe Gue Galak”. Tulisan itu rupanya diarahkan kepada sang pacar agar kalau datang harus berhati-hati jika lewat pintu depan. Heheheh...
Di bulan puasa ini Babe memang kudu sesekali buka kitab (kuning). Cari deh bacaan prihal anjing. Tujuannya sih sederhana, agar jangan cepat emosi kalau sedikit saja disinggung anjing. Jangan seperti sumbu kompor yang cepat nyamber bensin lantas meleduk.
Kita pasti sepakat bahwa manusia itu merupakan makhluk sosial dan paling mulia di antara makhluk lainnya. Bahkan malaikat pun derajatnya kalah dengan manusia. Namun harus diingat pula bahwa manusia itu dapat menempati posisi paling rendah di antara makhluk lainnya, termasuk di bawah anjing.
Mengapa bisa demikian. Ya, lantaran manusia memiliki telinga, mata, mulut dan hati, tetapi tidak digunakan untuk mendengar melihat dan membaca hadist dan Alquran, serta menggunakan akal dalam mengamalkannya.
Coba perhatikan berita Kompas.com prihal anjing. Disebutnya seorang bayi perempuan yang dibuang orangtuanya bisa diselamatkan dengan bantuan anjing. Bayi tersebut ditemukan di semak-semak belakang rumah kosong, Jalan Kutilang Ujung, Lingkungan Bhuana Gubuk, Jimbaran, Kuta Selatan, Bali, pada Jumat (1/5/2020) pukul 06.00 Wita.
Benar, bantuan itu semata-mata lantaran atas kehendak Allah. Tetapi, syariatnya melalui seekor anjing.
Kepala Polsek Kuta Selatan AKP Yusak Agustinus Sooai kepada awak media menyebut bahwa penemuan bayi itu diawali seorang warga negara asing (WNA) kebetulan lewat lokasi bersama anjing peliharaannya.
Saat melintas, anjingnya menggonggong dan mengendus ke arah semak-semak belakang rumah. Lantas, WNA tadi mendatanginya dan menemukan bayi perempuan yang masih bernyawa. Temuan tersebut segera dilaporkan ke warga sekitar agar bayi diselamatkan.
Apa hikmah dari peristiwa itu? Jawabnya bagi setiap orang berbeda-beda dan berkepanjangan. Tapi yang jelas, pada posisi itu, anjing lebih mulia daripada pelaku pembuang bayi ke lokasi semak-semak. Siapa pelakunya, ya manusia, si orangtua dari bayi yang diselamatkan itu.
Astaghfirullahaladzim.....
Salam berbagi.
Sumber bacaan satu dan dua
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H