Mohon tunggu...
Edy Supriatna Syafei
Edy Supriatna Syafei Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Tukang Tulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Astaghfirullah, Jenazah Ditolak untuk Dimakamkan?

1 April 2020   08:04 Diperbarui: 1 April 2020   08:07 268
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi, pemakanan jenazah terpapar Covid-19. Foto | Tempo

Enggak habis pikir. Akhirnya tetangga sebelah sana menarik kesimpulan orang yang wafat disebabkan terpapar virus Corona (Covid-19) diposisikan seperti teroris.

 Astaghfirullah. Ia tak bermaksud menyamakan orang yang meninggal karena Covid-19 itu adalah teroris. Tetapi kesan yang muncul sekarang adalah demikian. Mengapa?


Begini. Setelah membaca berita dari Kompas.com tentang sebuah video memperlihatkan penolakan proses pemakaman jenazah salah satu mantan anggota DPRD Sulawesi Selatan, yang diduga positif virus corona atau Covid-19, kesan yang muncul, perlakuan warga setempat tidak memperlihatkan akhlak Islami.

Bisa jadi para pengunjuk rasa yang menolak pemakaman jenazah tersebut tanpa sadar bahwa perbuatannya itu seperti memperlakukan jenazah teroris.

Diwartakan, jenazah tersebut oleh petugas akan  dimakamkan di Pemakaman Kristen Pannara, Kecamatan Manggala, Makassar, Sulawesi Selatan, Selasa (31/3/2020). Dalam video yang viral berdurasi sekitar 27 menit, nampak ambulans membawa jenazah korban tak bisa melintas di Jalan Antang Raya usai memblokirnya dengan kursi.

Kita jadi ingat pula, ketika warga Indonesia di Tiongkok dijemput dan kemudian oleh tentara dimasukan ke karantina di Pulau Natuna, warga setempat unjuk rasa. Alasannya, takut terpapar virus corona.

“Astaghfirullah,” ucapnya sambil memperlihatkan wajah heran.

Lantas, ingatan penulis tertuju pada proses pemakaman teroris di tanah air beberapa waktu lalu. Ada jenazah teroris disambut bagai pahlawan kala hendak dimakamkan, tetapi juga ada warga di daerah bersangkutan menolak.

Bagi warga yang menolak memunculkan alasan bahwa tak pantas teroris dimakamkan di wilayahnya. Sementara yang menyambut bagai pahlawan disebabkan adanya ikatan keimanan bahwa yang bersangkutan ketika masih hidup dianggap memperjuangkan keyakinannya.

Sementara jenazah terpapar virus corona, warga yang menolak mengemukakan alasan bahwa virusnya dapat menyebar ke kawasan sekitar. Aih.... kok cetek amat sih pemahamannya.

Ketua RW 3 Ujung Bori dengan suara lantang menolak pemakaman jenazah tersebut. “Jenazah yang positif corona apabila setelah dikubur dapat menularkan virus ke masyarakat sekitar pekuburan,” ujarnya.

Lantaran pengurus warga setempat saja sudah menggaungkan protes, bisa jadi warga setempat ikut terbawa dengan pendapatnya, ikut menolak jenazah dimakamkan di daerah setempat.

Kita pahami, massa dapat bertindak secara primitif. Hilang akal, tidak rasional karena individu yang menjadi bagian dari massa dan dipengaruhi sikap serta tindakan karena adanya massa yang hadir (Gustave Le Bon).

Jika kita sedikit meluangkan waktu dan membaca buku-buku kuliahan tempo lalu, kita dapati bahwa massa punya perilaku kolektif atau bentuk dari perilaku kelompok. Tentu saja seseorang yang terlibat dalam massa cenderung kehilangan kepribadian yang sadar dan rasional, serta melakukan tindakan kasar dan irasional yang berlawanan dengan kebiasaan.

Jadi, benarlah kata para pakar psikolog atau pun sosiolog, orang-orang yang menolak pemakaman jenazah terpapar virus Corona itu sudah kehilangan rasionalitasnya.

Namun di berbagai daerah, kita menyaksikan pemakaman orang yang terdampak akibat COVID-19 diperlakukan sebagaimana mestinya. Meski disaksikan oleh anggota keluarga dari kejauhan pemakaman, jenazah-jenazah itu diperlakukan dengan baik.

Hal ini sejalan dengan contoh yang diperlihatkan Rasulullah Saw. Seusai Perang Badar, Nabi kembali ke lapangan dan mengintruksikan pasukan mengumpulkan mayat dari pihak lawan lalu dimakamkan di satu lubang.

Makanya, mendapati informasi dari Sulawesi Selatan seperti itu, lantas tetangga saya itu cepat-cepat menyebut Astaghfirullah.

Dalam literatur, ucapan itu mengandung makna sebagai tindakan meminta maaf atau memohon keampunan kepada Allah yang dilakukan oleh umat Islam.

Kita wajib meminta ampun atas tindakan yang irasional saudara kita di sana. Tentui disertai harapan semoga virus Corona yang kini tengah diperangi bersama segera berakhir.

Bagi kita yang sehat, penyuluhan atau pun sosialisasi kini menjadi penting untuk terus disosialisasikan. Ternyata di akar rumput, memang, belum memahami sepenuhnya tentang cara pencegahan virus tersebut. Padahal para pakar kesehatan dan petinggi negeri mulutnya sudah ‘berbusa-busa’ menjelaskan tentang virus tersebut.

Salam berbagi.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun