Ketua RW 3 Ujung Bori dengan suara lantang menolak pemakaman jenazah tersebut. “Jenazah yang positif corona apabila setelah dikubur dapat menularkan virus ke masyarakat sekitar pekuburan,” ujarnya.
Lantaran pengurus warga setempat saja sudah menggaungkan protes, bisa jadi warga setempat ikut terbawa dengan pendapatnya, ikut menolak jenazah dimakamkan di daerah setempat.
Kita pahami, massa dapat bertindak secara primitif. Hilang akal, tidak rasional karena individu yang menjadi bagian dari massa dan dipengaruhi sikap serta tindakan karena adanya massa yang hadir (Gustave Le Bon).
Jika kita sedikit meluangkan waktu dan membaca buku-buku kuliahan tempo lalu, kita dapati bahwa massa punya perilaku kolektif atau bentuk dari perilaku kelompok. Tentu saja seseorang yang terlibat dalam massa cenderung kehilangan kepribadian yang sadar dan rasional, serta melakukan tindakan kasar dan irasional yang berlawanan dengan kebiasaan.
Jadi, benarlah kata para pakar psikolog atau pun sosiolog, orang-orang yang menolak pemakaman jenazah terpapar virus Corona itu sudah kehilangan rasionalitasnya.
Namun di berbagai daerah, kita menyaksikan pemakaman orang yang terdampak akibat COVID-19 diperlakukan sebagaimana mestinya. Meski disaksikan oleh anggota keluarga dari kejauhan pemakaman, jenazah-jenazah itu diperlakukan dengan baik.
Hal ini sejalan dengan contoh yang diperlihatkan Rasulullah Saw. Seusai Perang Badar, Nabi kembali ke lapangan dan mengintruksikan pasukan mengumpulkan mayat dari pihak lawan lalu dimakamkan di satu lubang.
Makanya, mendapati informasi dari Sulawesi Selatan seperti itu, lantas tetangga saya itu cepat-cepat menyebut Astaghfirullah.
Dalam literatur, ucapan itu mengandung makna sebagai tindakan meminta maaf atau memohon keampunan kepada Allah yang dilakukan oleh umat Islam.
Kita wajib meminta ampun atas tindakan yang irasional saudara kita di sana. Tentui disertai harapan semoga virus Corona yang kini tengah diperangi bersama segera berakhir.
Bagi kita yang sehat, penyuluhan atau pun sosialisasi kini menjadi penting untuk terus disosialisasikan. Ternyata di akar rumput, memang, belum memahami sepenuhnya tentang cara pencegahan virus tersebut. Padahal para pakar kesehatan dan petinggi negeri mulutnya sudah ‘berbusa-busa’ menjelaskan tentang virus tersebut.