Mohon tunggu...
Edy Supriatna Syafei
Edy Supriatna Syafei Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Tukang Tulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Eloknya Asrama Haji Ditetapkan sebagai Karantina Covid-19

28 Maret 2020   23:47 Diperbarui: 30 Maret 2020   14:04 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Asrama Haji Sukolilo, Surabaya, pun siap digunakan untuk karantia Covid-19. Foto | Pasardana

Lonjakan jumlah positif Covid-19 secara signifikan pada Kamis (26/3) sayogianya mendorong pemerintah segera memutuskan asrama haji di berbagai daerah ditetapkan sebagai karantina.

Langkah darurat sudah perlu diambil mengingat pertambahan positif Corona disebabkan kontak dekat sebagai faktor utama. Jumlah positif Covid-19 di tanah air meningkat signifikan dari 893 kasus pada Kamis (26/3) menjadi 1.046 kasus pada Jumat pukul 12.00 WIB.

Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Corona Achmad Yurianto menyebut jumlah pasien yang dinyatakan positif Covid-19 bertambah hingga Sabtu (28/3/2019) pukul 12.00 WIB.  

Jumlah kasus positif bertambah 109 kasus sehingga totalnya menjadi 1.155 kasus. Sedangkan pasien yang sembuh bertambah 13 orang menjadi 59 orang, untuk kasus kematian bertambah 15 orang menjadi 102 orang.

Menyaksikan realitas itu, maka sudah sepatutnya asrama haji di berbagai daerah segera digunakan untuk membantu pasien Corona. Sebab, asrama ini tergolong lebih siap dibanding menyiapkan tenda darurat atau rumah sakit bergerak di lapangan. Sementara rumah sakit di berbagai daerah kini kapasitasnya juga terbatas.

Dewasa ini, di beberapa daerah sudah mengemuka keinginan untuk melakukan karantina kewilayahan. Dan, menyikapi itu, Menteri Agama Fachrul Razi menawarkan seluruh asrama haji di Indonesia untuk dimanfaatkan sebagai rumah sakit penanganan wabah Corona atau Covid-19.

Tawaran itu bukan saja disampaikan kepada beberapa Pemda, juga Satgas Covid-19 sebagai salah satu alternatif untuk rumah sakit Covid-19.

Jika kita tengok Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, salah satu poin menyebut adanya karantina kewilayahan. Di situ diatur pembatasan perpindahan orang, kerumunan orang, atau gerakan orang demi keselamatan bersama.

Kesungguhan jajaran Kementerian Agama dalam penangan Covid-19 tergambar sudah dengan digunakannya gedung utama Asrama Haji Pondok Gede pada 22 Maret 2020. Ada 70 kamar yang dapat digunakan untuk merawat pasien dalam pantauan atau PDP yang belum dipastikan positif Covid-19.

"Kalau sudah dipastikan positif, kita kirim ke RS Rujukan," ujar Menag belum lama ini.

Menag pun menyerahkan bantuan sebesar Rp3 miliar dari Tim Gugus Tugas Penanganan Covid-19.  Kementerian ini  melakukan realokasi anggaran untuk membantu penanganan wabah Covid-19. Sekitar Rp300 miliar  sudah dikumpulkan dari pos perjalanan dinas luar negeri, dalam negeri, dan kegiatan biasa.

Saat ini, dalam proses revisi untuk digunakan pada program prioritas penanganan wabah Covid-19.

**

Realitasnya, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD, mengaku sudah mendengar keinginan beberapa daerah untuk melakukan karantina kewilayahan.

Ternyata kesiapan ke arah itu perlu payung hukum hingga tak bermasalah dikemudian hari. Karenanya, kini tengah dimatangkan rancangan peraturan pemerintah (PP) untuk melakukan karantina kewilayahan.

Ini adalah bentuk tindak lanjut dari keinginan beberapa daerah melakukan karantina kewilayahan.

Meski begitu, dari beberapa kalangan, pemerintah dikritik dianggap lelet. Lambat. Sebenarnya pemerintah tidak perlu berdiskusi terlalu panjang mengenai hal tersebut mengingat keselamatan warga merupakan hal yang utama. 

Ahmad Taufan Damanik, Ketua Komnas Hak Asasi Manusia, mengingatkan jika pemerintah mengabaikan keselamatan warga, itu berarti melanggar HAM.

Komnas HAM mendukung langkah pemerintah dalam menyelamatkan warga, termasuk memberi santunan kepada warga berpenghasilan kecil. Diharapkan pemerintah mengambil langkah cepat. Pembahasan  rancangan PP untuk melaksanakan karantina perwilayahan tidak perlu bertele-tele..

Untuk melaksanakan UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan memang perlu payung hukum, yaitu PP terkait soal syarat apa saja yang dapat membuat suatu daerah melakukan pembatasan gerakan tersebut.

Setelah syarat terpenuhi, lalu apa yang dilarang, bagaimana prosedurnya.  Poin penting yang diatur terkait prosedur itu adalah tentang pengajuan pengarantinaan kewilayahan tersebut.

Selanjutnya pemerintah akan mengatur, pihak yang dapat mengusulkan keputusan tersebut ialah Kepala Gugus Tugas Wilayah Provinsi kepada Kepala Gugus Tugas Nasional. Barulah kemudian Kepala Gugus Tugas Nasional akan berkoordinasi dengan menteri-menteri terkait.

Jika terjadi karantina wilayah, nanti tentu saja tidak boleh ada penutupan lalu lintas jalur terhadap mobil atau kapal yang membawa bahan pokok. Selain itu, toko, warung, maupun supermarket yang memang barang dagangannya dibutuhkan oleh masyarakat untuk kebutuhan sehari-hari juga tidak bisa ditutup.

Tempat-tempat tersebut juga tidak boleh dilarang untuk dikunjungi. Operasionalnya tentu tetap dalam pengawasan yang ketat oleh pemerintah.

Kita optimis bahwa pemerintah mampu mengeluarkan seluruh biaya yang dibutuhkan selama proses karantina tersebut. Negara punya sumber daya yang dibutuhkan untuk  menyelamatkan warga dari pandemik Corona.

Salam berbagi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun