Wuih, enak sekali. Dengarkan ceramah menambah ilmu namun tak perlu susah mencari segelas kopi di pagi hari. Kata orang bijak, nikmat apa lagi yang kau dustakan. Hehehe...
**
Wuih, hebat betul tuh sang gubernur. Meski ia dijuluki sebagai ahli surga, tak membuatnya lantas memimpin negeri itu otoriter. Ia dengan kesederhanaannya dan bergaji besar, mampu bekerja dengan baik. Sebagian hartanya lebih banyak disedekahkan.
Nah, suatu saat khalifah berkunjung ke negeri itu. Kunjungan itu sangat penting mengingat negeri Syam dari sisi geopolitik dan perdagangan sangat strategis. Karena itu sang khalifah merasa penting mengunjungi negeri itu.
Kunjungan kerja sang khalifah saat itu tidak seperti sekarang, misalnya didahului berkirim surat atau menggunakan saran SMS dan WA.
"Dulu nggak ada," kata sang ustaz yang disambut tawa hadirin.
Nah, di perjalanan sebelum tiba di ibukota negeri itu, rombongan mendapat kabar bahwa di Syam tengah berkecamuk wabah penyakit. Khalifah Umar tak cepat mengambil keputusan apakah meneruskan perjalanan atau tidak.
Ia lalu bermusyawarah dengan anggota rombongan. Tak diperoleh keputusan memuaskan. Lantas, rombongan pertama dimintai pendapatnya. Yaitu pimpinan kelompok Muhajirin. Tak diperoleh jawaban memuaskan karena sebagian menyetujui dan sebagian lagi menolak melanjutkan perjalanan dengan argumentasinya masing-masing.
Kemudian, khalifah meminta pendapat kelompok Anshar. Ya, hasilnya sama saja. Pendapatnya terpecah dua, tak ada kesepakatan bulat. Tentu saja sang khalifah tak dapat mengambil keputusan.
Terpikirlah oleh sang khalifah. Ia memanggil seorang tokoh Quraisy. Hadirkan pembesar-pembesar Quraisy yang berhijrah di masa pembebasan Makkah.