Berkaca kepada pengalaman kerja insan pers yang semakin berat, Jokowi masih berharap agar pers tetap menjadi garda terdepan untuk bisa menyampaikan informasi yang benar. Pers harus memerangi hoaks, fitnah. Dengan cara itu diharapkan pubik tidak panik karena informasi yang salah.
Pers ke depan memang mendapat tantangan berat. Sebab, dalam era digital saat ini posisi pers mengalami ancaman. Pers membutuhkan perlindungan. Hal itu terkait dengan platform digital dari luar. Tidak ada aturan, tidak bayar pajak, ambil iklan yang merugikan industri pers Indonesia.
Kalau pers itu disebut punya tantangan, karena hal itu punya kaitan bahwa kehadiran pers dimaksudkan untuk memperbaiki keadilan. Kontrol sosial yang dilakukan media massa masih dianggap penting. Tak hanya sebagai media informasi, pers juga merupakan lembaga ekonomi.
Nah, kalau sudah bicara kehadiran pers, lalu kita diajak menengok ke belakang. Ya, seperti orang kuliahan dulu. Praktisi pers menyebut bahwa pers merupakan media massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik dalam berbagai bentuk. Baik bentuk tulisan, suara, gambar, serta data dan grafik dengan menggunakan media elektronik dan media cetak.
Kita lupakan saja pengertian pers dalam ari sempit dan luas. Nanti terlalu melebar. Yang jelas pers menurut menurut UU No. 40 Tahun 1999 adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memiliki, memperoleh, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, gambar, suara, gambar, serta data dan grafik dan dalam bentuk lainnya. Yang menggunakan media elektronik, media cetak, dan segala jenis saluran yang tersedia.
**
Tegasnya, kegiatan jurnalistik itu mencakup mulai mencari informasi hingga menginformasikan kepada khalayak dengan sarana media cetak dan elektronik. Pers, dalam era demokrasi, punya peran penting. Pers menjadi salah satu wadah ekspresi rakyat, tempat komunikasi, dan pengawasan rakyat dalam kehidupan masyarakat, bangsa, dan Negara.
Karenanya, fungsi pers pun menjadi penting sebagai sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, serta kontrol sosial.
Sayangnya, pers sebagai lembaga yang melakukan kontrol sosial hingga kini kurang memperhatikan kesejahteraan dari para awak media, insan pers masih banyak hidup di bawah garis kehidupan yang layak.
Tentu saja itu membawa dampak buruk pada manajemen perusahaan pers. Banyak perusaan pers memiliki editor karbitan, penyunting berita tanpa pengalaman memadai dan jauh pendidikan yang memadai pula.
Standar perusahaan pers yang ideal, wartawan yang memenuhi persyaratan pendidikan memadai hingga kesejahteraan hingga kini masih belum mendapat perhatian penuh. Jika penempatan editor karbitan masih terus berjalan, kualitas pers tak akan menggembirakan.