Lelah, sedih dan rasa kesal bergemuruh di dada. Sudah tujuh kali mendatangi Kantor Imigrasi Jakarta Timur untuk pengurusan paspor rusak akibat banjir tak kunjung selesai.
Balada korban banjir Jakarta di musim penghujan ini masih terasa. Tapi mungkin ada di antara saudara kita sudah melupakan isak tangis dan rasa sesak di dada korban banjir. Sementara janji manis memberi kemudahan bagi korban banjir dirasakan penulis jauh panggang dari api.
Prosedur sudah diindahkan. Aturan birokrasi terkait Standar Operasional Prosedur (SOP) dipatuhi. Wara-wiri dari kediaman ke kantor imigrasi di Jakarta Timur dilakoni meski terasa melelahkan.
Diminta oleh petugas imigrasi agar nama pemilik kartu tanda penduduk (KTP) diperbaki, semua dipatuhi dengan cepat-cepat mengurus ke kantor Sudin Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) Jakarta Timur. Semua sudah ditempuh.
Jadi, mulai urus surat banjir dari kelurahan, dokumen lain seperti Kartu Tanda Penduduk (KTP) Kartu Keluarga (KK) dan akte kelahiran di kantor Dukcapil hingga urusan pritikiwil lainnya seperti photo copy, semua dilalui dan dilengkapi sebagai dokumen pendukung.
Eh, hasilnya mentok. Jika diumpamakan, pekerjaan itu sama dengan orang tengah berjudi. Hasil yang didapat adalah Anda belum beruntung, lantaran nomor yang diundi tak keluar.
Itulah kesan yang didapati penulis setelah berjuang all out berhari-hari mengurus paspor rusak akibat banjir. Hasilnya, nihil.
Kata petugas imigrasi di Jakarta Timur, aturan itu sudah tak berlaku lagi. Hal itu mengacu pada surat yang diterbitkan pada 13 Januari 2020.
Pertanyaannya, sejak kapan Direktorat Jenderal Imigrasi mencabut surat edaran pembebasan denda paspor rusak atau hilang bagi pemegang paspor korban banjir. Dengan kata lain, sejak kapan kemudahan yang diberikan Ditjen Imigrasi bagi korban banjir tak berlaku lagi?
**