Mohon tunggu...
Edy Supriatna Syafei
Edy Supriatna Syafei Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Tukang Tulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kala Banjir Datang, Anies Baswedan Makin Lihai Menata Kata?

5 Januari 2020   11:52 Diperbarui: 5 Januari 2020   12:08 689
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Warga tengah mengungsikan motor. Foto | Kompas.com

Kajian perubahan suhu di Jakarta menunjukkan dalam 100 tajun (1901 -- 2002), suhu cenderung terus naik. Pada awal 1900 suhu rata-rata di Jakarta sekitar 26 derajat, pada awal 2000 mencapai sekitar 28 derajat.

Tapi, apa antisipasinya dari pihak otoritas menghadapi banjir? Nihil!

**

Kata rekan ngopi penulis, cuaca secara keilmuan adalah sekumpulan fenomena yang terjadi pada tempat dan waktu tertentu. Dengan gaya seperti seorang ahli ia menyebut tempat terjadinya cuaca di bumi adalah permukaan bumi atau pada lapisan atmosfer terendah. Lebih tepatnya, kata dia, pada lapisan tropofer di bawah stratosfer.

Wah, jadi binggung penulis menyimak arah pembicaraannya. Gini aja deh, lanjutnya, untuk mudah memahaminya bahwa cuaca biasanya berkaitan dengan keadaan harian suhu dan presipitasi (hujan atau salju). Sedangkan iklim adalah keadaan rata-rata cuaca untuk jangka waktu yang panjang.

Ia melanjutkan penjelasannya. Iklim dan cuaca merupakan kondisi lingkungan sekitar suatu tempat, menyangkut suasaana yang dapat mempengaruhi aktivitas makhluk hidup, termasuk ya manusia di dalamnya.

Menariknya, dalam beberapa ayat Alquran dilukiskan bahwa cuaca dapat mempengaruhi suasana hati manusia, berupa harapan dan kecemasan.  

Jadi, sungguh tepat penjelasan rekan penulis itu.  Perubahan cuaca, terutama kala musim penghujan datang yang membawa musibah banjir itu, telah menggerakan hati manusia pandai menata kata-kata dalam mengelola kota.

Untuk mengeles dari kritik ketidak-becusan bekerja, maka disusunlah kata-kata penuh makna. Atas nama sunatullah digaungkan dan diangkat bahwa air hujan datang agar menyerap ke bumi bukan untuk lari ke laut. Atas nama sunatullah pula, banjir itu datang karena karunia-Nya.

Maka, dengan alasan sunatullah pula rakyat dipaksa untuk memahami bahwa musibah merupakan bagian dari fenomena alam yang harus diterima. Alasannya tadi, ya karena sunatullah.

Ini sungguh tidak menggembirakan. Sebab, sejatinya manusia hidup untuk mengabdi kepada-Nya. Dalam rangka pengabdian, manusia dibebani kewajiban  mengendalikan dan mengarahkan faktor-faktor yang mempengaruhi kehidupannya, termasuk meminimalisir terjadinya banjir, guna mencapai kebahagian hakiki yaitu kebahagiaan dunia dan akhirat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun