**
Penulis bukanlah seorang ahli meteorologi yang pandai memprediksi akan datangnya hujan. Namun pengalaman telah menuntun kita berupa ilmu pengetahuan tentang ciri-ciri fisika dan kimia atmosfer (untuk meramalkan keadaan cuaca).
Dalam perspektif Islam, Surah Fatir/35:9 ditegaskan, "Dan Allah-lah yang mengirimkan angin; lalu (angin itu) menggerakkan awan, maka Kami arahkan awan itu ke suatu negeri yang mati (tandus) lalu dengan hujan itu Kami hidupkan bumi setelah mati (kering)". Seperti itulah kebangkitan itu.
Penulis tak menguraikan ayat tersebut secara panjang lebar. Namun yang menarik adalah pernyataan para ahli yang menyebut bahwa ketika wilayah Pasifik Barat lebih hangat dari Pasifik Timur akan tejadi La Nina yang menyebabkan awan dari Pasifik berkumpul di Indonesia. Dampaknya, musim hujan di Tanah Air akan semakin panjang.
Awal 2009 kita mengalami La Nina lemah sehingga hujan masih mengguyur sampai April-Mei. Akibat pemanasan global, frekuensi kejadian El-Nino dan La Nina semakin cepat. Dulu rata-rata kejadiannya setiap 5 -- 7 tahun, sekarang kejadiannya antara 3 -- 4 tahun.
Pada 1990 para peneliti menemukan fenimena baru yang juga berpengaruh pada variabelitasiklim Indonesia. Suhu muka laut di lautan Hindia ikut berpengaruh yang dikenal sebagai moda dipol. Mirip dengan La Nina dan El Nino.
Kita juga sering mendapat kabar bahwa petani terkecoh dikiranya datang musim hujan. Nyatanya, masih kemarau. Dampaknya, ya tentu hasil tanamannya gagal.
Beranjak dari hal itu, pertanyaannya, apa yang patut kita lakukan?
Kita harus sadar bahwa faktor alam hanya bisa kita waspadai agar tak ada korban akibat bencana yang ditimbulkan. Di sini, faktor antropoganis dari perilaku manusia harus diperbaiki agar tidak muncul potensi bencana lebih besar.
Memperbaiki daya dukung lingkungan adalah upaya mutlak yang harus dilakukan saat ini juga, antara lain harus memperbaiki resapan air, saluran air dan memperbanyak ruang terbuka hijau. Termasuk di dalamnya menata bantaran sungai.
Banjir selalu terjadi setiap tahun kala hujan datang di wilayah perkotaan seperti Jakarta. Banyak warga kota menjadi susah dan menderita. Kita memang sering menyalahkan pihak lain tanpa menyadari bahwa ia sering membuang sampah sembarangan yang ikut menyumbat aliran sungai. Lebih parahnya, pemimpin tak mau menerima keritik dan ngeles memberi alasan bagai seorang guru bahasa pandai menata kata.