Natal yang berpedoman perayaannya pada kalender Masehi akan disusul dengan perayaan Tahun Baru (2020). Nah, di Indonesia, semua umat yang berbeda-beda agama itu ikut merasakan kegembiraan umat Kristiani. Apakah dia beragama Islam, Hindu, Buddha, Khonghucu, termasuk aliran kepercayaan. Jika mereka tak merasa bahagia, ya paling tidak ikut merasakan hari besar itu untuk berkumpul dengan keluarga masing-masing. Mumpung libur nasional, bisa rekreasi.
Di Indonesia, memang hari-hari besar keagamaan dinyatakan sebagai libur nasional. Bukan hanya Idul Fitri, Idul Adha, 1 Muharam, Isra' Mi'raj, juga pada hari keagamaan lainnya seperti Waisak, Â Nyepi, Implek, Kenaikan Isa Almasih dan Jumat Agung.
Pada 2020, hari libur nasional itu bertepatan pada tanggal 25. Perhatikan, Â Imlek pada 25 Februari, Idul Fitri pada 24-25 Mei, Â dan jelas saja Natal pada 25 Desember. Semua umat ikut merasakan liburan nasional itu.
Namun jika saja kita mengucapkan selamat Tahun Baru kepada sesama rekan, yang juga berpedoman pada kalender Masehi, tentu tidak dimaksudkan mengubah aqidah atau keyakinan. Demikian juga mengucapkan selamat Natal.
Coba perhatikan. Para menteri -- mulai era Kabinet Orde Baru hingga Indonesia Maju -- termasuk menteri agama akan selalu hadir pada perayaan Natal. Tetapi kehadirannya itu tidak pada saat ritualnya, melainkan ketika memberikan sambutan. Dalam sambutan tentu dibumbui kata selamat Natal.
Menteri Agama selalu hadir pada acara perayaan hari besar kegamaan. Dan sampai kini aqidahnya tak berubah. Fachrul Razi adalah menteri agama-agama. Ia bukan menterinya hanya untuk umat Islam. Ia punya kewajiban mengayomi dan melayani semua pemeluk agama-agama.
Nah, tentu, boleh dong, penulis menyampaikan kepada umat Kristiani selamat Natal.