Bayi punya hak untuk mendapatkan ASI -- Air Susu Ibu -- meski kedua orangtua bercerai. Bayi punya hak dan sesuai kebutuhannya mendapatkan ASI selama dua tahun sejak dilahirkan.
Penulis tak mengungkap sebab musabab perceraian yang di hadapan Allah itu sebagai perbuatan halal namun sangat dibenci.
Bayi tak dapat dipandang seperti barang bekas yang dapat dibuang ke tong sampah kala orangtuanya tidak menghendaki. Kita tahu, peristiwa mengenaskan itu sering mewarnai pemberitaan media massa. Bayi lahir seperti ditolak, tetapi masih banyak orangtua sangat berharap kehadiran bayi di kediamannya.
Yang jelas, lepas dari kejadian buruk itu, bayi tetap punya hak sebagaimana orang dewasa untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Dalam hal ini untuk bayi adalah ASI dari ibu kandungnya. Titik.
Lalu, bagaimana ketika orangtuanya bercerai. Cerai karena berbagai hal, sehingga bayi sangat berpotensi terancam mendapatkan haknya.
Aturan main dalam prespektif Islam, jika kedua orangtuanya berbeda tempat, maka hak bayi tetap melekat pada tanggung jawab ibunya untuk menyusui. Meski sudah bercerai, mantan suami masih punya kewajiban untuk memberi nafkah kepada isterinya selama menyusui. Jangka waktunya dua tahun.
Pertanyaannya, bagaimana jika ibunya menolak memberi ASI kepada bayinya disebabkan masih menyimpan rasa jengkel kepada sang suami yang telah menceraikan. Atau disebabkan hal lain seperti tak keluar air susunya.
Dalam hal ini, sangat dianjurkan pihak lelaki dan perempuan yang telah bercerai itu untuk bermusyawarah. Jika tak dapat ditempuh upaya itu, maka perlu dicarikan bagi sang bayi seorang ibu punya kemampuan memberi ASI kepada bayi yang malang itu karena kedua orangtuanya tengah bermasalah.
Pihak lelaki punya kewajiban untuk mendapatkan ibu susu bagi sang bayi. Termasuk dalam hal memberi upah kepada ibu susunya itu.
Itu adalah cara terbaik dan harus dilakukan. Terpenting hak bayi harus terpenuhi. Meski hal itu dilakukan dengan cara membayar. Tak masalah. Hal ini adalah sebuah resiko sebagai dampak dari perceraian tadi.
Mengapa ASI begitu pentingnya bagi bayi? Alasannya, karena dari sisi kesehatan ASI itu  memiliki kandungan vitamin demikian lengkap. Karena itu sangat dianjurkan untuk tidak mencari pengganti ASI selama upaya mencari ibu susu dapat dilakukan.
**
Jika kita menyimak pemberitaan bayi dibuang dan tak diurus, bahkan tak diberi ASI, penulis jadi teringat dengan kisah bayi yang oleh kakeknya Abdul Muthalib diberi nama Muhammad (orang yang terpuji). Â Bayi itu lahir di kampung Bani Hasyim di Makkah pada 12 Rabiul Awwal 571 M.
Saat itu, Aminah adalah janda. Ia hidup miskin. Suaminya, Abdullah bin Abdul Muthalib -- yang wafat di perjalanan menuju Madinah enam bulan sebelumnya - Â hanya meninggalkan sebuah rumah dan seorang budak, Barakah Al-Habsyiyah (Ummu Aiman).
Kita tahu pada saat itu bangsawan Arab punya budaya, bahwa bayi yang baru dilahirkan disusukan kepada wanita lain.
Wanita yang dipilih biasanya adalah wanita dusun. Alasannya, supaya si anak dapat hidup di alam segar dan diharapkan mampu mempelajari bahasa Arab yang baku. Dan, sambil menanti datangnya seorang penjual jasa menyusui, Aminah menyusui sendiri bayi bernama Muhammad itu, selama tiga hari. Lalu dilanjutkan oleh Tsuwaibah, budak Abu Lahab, paman Nabi Muhammad.
Hingga singkat cerita, datanglah Halimah menjadi ibu susu bagi sang bayi yang puluhan tahun ke depan diangkat sebagai Rasulul Allah yaitu Nabi Muhammad Saw.
Banyak kisah menarik selama Halimah menyusui Nabi Muhammad Saw ketika masih banyi. Misalnya, makin baiknya pertumbuhan ternak kambing di kampung Halimah. Sejuknya wilayah itu hingga peristiwa dibersihkannya hati Nabi Saw oleh malaikat.
**
Poin penting dari kisah itu adalah pemenuhan hak bayi. KH. Quraish Shihab, ulama dan pakar tafsir Alquran mengupas kelahiran Nabi Muhammad Saw dan ibu susunya Halimah demikian apik dan sangat menyentuh hati.
Jadi, ASI sejatinya tak sekedar pemberian makanan kepada sang bayi, tetapi lebih dari itu. Bayi setiap saat dapat berkomunikasi melalui batinnya kepada si ibu kandungnya meski sebagai ibu susu semata.
Yang menarik juga adalah terkait nasab seseorang dengan sang ibu susu tadi. Jika ibu susu tadi memiliki anak, maka ke depan perlu diinformasikan kepada ibu kandung atau anggota keluarga bahwa anak yang disusui tadi adalah bagian dari saudara mereka juga. Sebab, ia telah diberi ASI.
Harus dipahami juga soal nasab itu tak terkait dengan hak waris.
Karena sudah menjadi saudara, maka mereka tak boleh dinikahkan (kawin) dengan sesama saudara tadi. Alasan lain, ia layaknya saudara sesusuan.
Bagaimana jika terjadi pada anak angkat (sudah besar) mengambil ASI tersimpan di kulkas lalu meminumnya, hukumnya tetap berlaku sama. Anak bersangkutan sudah menjadi bagian dari saudara sesusuan bagi adiknya.
Harus dipahami, di era moden ini, kita kadang mendapati seorang ibu, karena kesibukan kerja, memeras ASI kemudian disimpan di kulkas dengan maksud disajikan kepada bayinya kala tak berada di rumah. Eh, tak tahunya diambil dan diminum anak angkatnya. Untung bukan diminum oleh bapaknya. Heheh ... hahah
Salam berbagi.
Sumber bacaan satu dan dua.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H