Lalu kalau kita cermati satu per satu pemuda yang diangkat menjadi staf khusus Jokowi itu. Sungguh, prestasi mereka luar biasa. Media massa dan media sosial tak habis-habisnya menguras dan mengulas informasi kebolehan yang dimiliki para pemuda tersebut.
Penulis tak perlu menyebut satu per satu siapa dia dan apa prestasinya. Sebab, sudah dikuras habis informasinya oleh media massa dan media sosial. Yang jelas tujuh pemuda staf khusus Jokowi tersebut ke depan bisa jadi menjadi "jembatan" kesenjangan antar-generasi.
Seperti diwartakan berbagai media massa, Presiden Joko Widodo (Jokowi) ketika memperkenalkan tujuh pemuda yang menjadi staf khususnya terlihat merasa bangga akan prestasinya.
Pengumuman diangkatnya staf khusus itu dilakukan di beranda Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (21/11/2019). Â Mereka itu terlihat bahagia. Mereka berasal dari kalangan milenial. Tentu saja karena punya prestasi luar biasa, maka mereka diharapkan dapat memberi kontribusi atau masukan-masukan segar guna memajukan bangsa ini.
Seperti disebut Kompas.com, mereka yang diangkat sebagai staf khusus itu adalah 1. Putri Indahsari Tanjung - (CEO dan Founder Creativepreneur) 2. Adamas Belva Syah Devara - (Pendiri Ruang Guru) 3. Ayu Kartika Dewi - (Perumus Gerakan Sabang Merauke) 4. Angkie Yudistia - (Pendiri Thisable Enterprise, kader PKPI, difabel tunarungu) 5. Gracia Billy Yosaphat Membrasar - (Pemuda asal Papua, peraih beasiswa kuliah di Oxford) 6. Aminuddin Ma'ruf - (Mantan Ketua Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia/PMII) 7. Andi Taufan Garuda (Pendiri Lembaga Keuangan Amartha).
Mereka itu diharapkan dapat memberi inspirasi bagi pemuda lainnya. Setidaknya dapat mengajak pemuda lain untuk bersama unjuk kebolehan atau prestasi. Pemuda Indonesia memang harus unggul.
Sungguh menggembirakan, satu dari tujuh staf khusus Jokowi itu adalah penyandang disabilitas, Angkie Yudistia. Diangkatnya Angkie diharapkan membawa perubahan Indonesia ke depan akan semakin ramah disabilitas. Sebab, realitasnya, kesenjangan antar-generasi di negeri ini terlalu lebar. Termasuk yang dirasakan para penyandang disabilitas.
Khususnya dalam memanfaatkan teknologi informasi di kalangan disabilitas.
Belum lagi jika kita perhatikan dewasa ini para remaja demikian akrab dengan pemanfaatan gawai, Â sementara generasi kelahiran 50 -- 60an masih banyak gegap teknologi. Kata anak muda sekarang, hari gini masih jadul. Gatek pula.
Itu baru salah satu contoh saja. Masih banyak hal lainnya, terutama kesenjangan anak muda yang bermukim di perkotaan dan desa. Selain hamatan infrastruktur teknologi informasi yang belum merata, juga dunia pendidikan yang lambat mengantisipasi perubahan zaman.
Nah, kita tak ingin kalangan penyandang disabilitas makin terbelakang. Hak mereka sama sebagai anak bangsa.