Mohon tunggu...
Edy Supriatna Syafei
Edy Supriatna Syafei Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Tukang Tulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kritik Kabinet Indonesia Maju dan "Oknum" Samiri

25 Oktober 2019   08:13 Diperbarui: 25 Oktober 2019   09:17 745
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kabinet Indonesia Maju . Foto | Harianhaluan.com

 

Pengajian malam Jumat (24/10/2019) rada berbeda. Berbeda karena para peserta dibimbing membaca Alquran dengan penjelasan kandungan dan makna yang dibaca. Sekali ini ustaz di masjid kami biasa shalat berjamaah mengangkat pembahasan surat Taha, berkaitan dengan dakwah Nabi Musa as dan Nabi Harun as.

Harun as adalah kakak dari Nabi Musa as. Dalam berdakwah Musa selalu didampingi sang kakak, utamanya ketika menyeru agama Nabi Ibrahim as.

Meski Nabi Harun as sebagai kakak, tetapi ia tidak menyandang predikat "Ulul Azmi", seperti Nabi Musa as.

Ulul Azmi adalah sebuah gelar khusus bagi golongan nabi pilihan yang mempunyai ketabahan luar biasa. Dalam berbagai literatur tercatat lima nabi yang mendapatkan gelar Ulul Azmi, yakni Nuh, Ibrahim, Musa, Isa dan Muhammad.

Perhatian anggota pengajian tampak makin serius kala sang ustaz menjelasan kedua nabi tersebut terhadap golongan Bani Israil.

Kala Musa as diperintah Allah untuk naik ke Gunung Thursina selama 40 malam, Nabi Harun as diserahi tugas untuk menjaga rombongan Bani Israil.

Nah, ketika ditinggal Nabi Musa as itulah terjadi malapetaka. Pasalnya, sebagian besar dari Bani Israil meninggalkan ajaran Nabi Musa as alias murtad. Mereka menyembah patung anak sapi dari emas yang dibuat oleh Samiri, seorang pakar sihir berasal dari Sameria.

Mengutip penjelasan Alquran, sang ustaz menyebut bahwa patung anak sapi dapat bersuara persis layaknya suara sapi kerena di dalamnya telah dimasuki segenggam pasir dari bekas telapak kaki kuda betina yang ditunggangi Malaikat Jibril. Ketika itu Jibril diutus untuk menenggelamkan Firaun di laut beserta balatentaranya.

Penjelasan sang ustaz makin menarik. Kulihat anak muda makin serius mendengarkan. Pada saat itu, lanjut cerita sang ustaz, Nabi Harun as berusaha keras memperingatkan mereka, namun tidak didengar oleh orang-orang Bani Israil.

Mereka makin mengambil sikap keras dan perlawanan kepada Nabi Harun as. Bahkan di antaranya mengancam akan membunuh Harun as bilamana terus melarang penyembahan kepada patung anak sapi emas itu.

Sekembalinya dari bukit Thursina, tentu saja Nabi Musa as sangat sedih dan marah besar menyaksikan kaumnya telah murtad. Nabi Musa as lalu melemparkan lembaran-lembaran Kitab Taurat berisikan "Ten Commandments" (sepuluh perintah) kepada kaumnya.

Puncak kemarahan Nabi Musa as dilampiaskan kepada Nabi Harun as. Sambil memegang janggut dan kepala Nabi Harun as, Nabi Musa as membentak dan menuduh sang kakak telah menghianati kepercayaannya.

Mendapat perlakuan itu, Nabi Harun as berusaha meredakan kemarahan adiknya, Nabi Musa as, dengan memohon melepaskan genggaman janggut dan kepala Nabi Harun as terlebih dahulu. Lantas, Nabi Harun as dengan tenang berusaha menjelaskan duduk perkaranya.

Setelah duduk persoalannya jelas, Nabi Musa as memanggil Samiri. Ia dimintai pertanggungjawaban. Dengan ketakutan ia menjelaskan bahwa dirinya telah mengikuti ajaran Tauhid, namun ketika Nabi Musa as pergi ke Bukit Thursina ia menguingkarinya. Dirinya telah menyesatkan Bani Israil dengan membuat patung anak sapi dari emas untuk mereka sembah.

**

Sesuai dengan dosa yang dilakukannya, Samiri dijatuhi hukuman berupa pengucilan dari kaumnya. Karena pengucilan itu dilaksanakan secara ketat dan konsisten akhirnya ia terkena penyakit hypochondriasis.

Menarik jika diungkap tentang penyakit ini. Gustaaf Kusno, seorang kompasianer menulis bahwa orang yang mengidap 'penyakit' hypochondria membuat susah orang banyak.

Selain membuat susah dirinya sendiri, para dokter yang menangani keluhannya, orang-orang terdekat dalam lingkungan keluarganya juga ikut kena getahnya.

Hypochondriac adalah orang yang seumur hidupnya merasa menderita suatu penyakit serius dan gawat, meskipun dari pemeriksaan dokter sama sekali tidak ditemukan kelainan atau sumber penyakit yang mendukung 'keyakinan' itu.

Dia mempunyai koleksi keluhan 'segudang', seperti sakit kepala, jantung berdebar-debar (palpitation), sesak nafas, sakit pinggang, tidak ada selera makan, susah tidur untuk 'pembenaran' bahwa ada penyakit serius dalam tubuhnya.

Penjelasan dari dokter setelah melakukan pemeriksaan medis yang teliti, bahwa tidak ada gangguan penyakit pada tubuhnya, tetap tidak bisa meyakinkan dirinya. Dia merasa dokter melakukan kesalahan diagnosa.

Lalu, dia berkeliling mencari pengobatan dari satu dokter ke dokter lain dan diagnosa yang menafikan adanya penyakit selalu ditanggapinya dengan rasa tidak percaya (disbelief) dan tidak yakin (doubt).

Seorang hypochondriac mempunyai ciri tak henti-hentinya memeriksa kondisi tubuhnya sendiri dari hari ke hari (constant self-examination) dan membuat diagnosa sendiri (self diagnosis). 

Dia benar-benar terobsesi dengan tubuhnya sendiri (preoccupied), sehingga gangguan kesehatan kecil saja sudah membuat dia panik dan merasa sedang diserang penyakit mematikan.

**

Nah, setelah menyuruh kaumnya bertobat dan memohonkan ampunan bagi mereka, Nabi Musa as dan Nabi Harun as meneruskan perjalanan. Namun sayang sebelum Nabi Musa as dan Nabi Harun as sampai di Kan'an, Nabi Harun as meninggal dunia.

Kisah di atas sesungguhnya sudah sering diangkat para ustaz dan ustazah di berbagai kesempatan. Utamanya pada hari-hari besar Islam dengan maksud memberi pelajaran bahwa untuk menanamkan kepercayaan kepada suatu kaum -- dalam perjalanan waktu -- selalu mendapat tantangan dan gangguan.

Tidak harus berjalan mulus. Ini memgingatkan kita pesan ulama yang menyebut, jangan kamu mengaku beriman sebelum kamu diuji.

Jadi, perjalannya berliku-liku. Demikian halnya Nabi Musa as dan Nabi Harun as "diganggu" oleh "oknum" kaumnya bernama Samiri, si pembuat patung sapi dari emas. 

Sungguh, hal serupa juga bisa terjadi di dalam setiap anggota keluarga. Bahkan seorang kepala negara yang bercita-cita untuk menyejahterakan rakyatnya.

Kabinet Indonesia Maju baru saja diumumkan. Menteri-menterinya sudah ditetapkan dan dilantik. Terdengar suara kritik dan ketidakpuasan. Realias itu harus dihadapi. Pesan sang ustaz sangat sederhana. 

Yaitu, waspadai hadirnya "oknum" Samiri dalam wujud yang baru. Sebab, ia bisa mengalihkan perhatian rakyat yang mengakibatkan sesama anggota kabinet cekcok.

Pesan Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh at-Tirmidzi: "Sesungguhnya bagi setiap umat ada ujian dan ujian bagi umatku ialah harta kekayaan."

Sesama nabi saja bisa cekcok, bagaimana dengan kita yang manusia biasa? Masih rakus dengan harta dan gemar korupsi?

Salam berbagi.  Salam hormat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun