Mohon tunggu...
Edy Supriatna Syafei
Edy Supriatna Syafei Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Tukang Tulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

JK Tinggalkan Jejak di UIII

18 Oktober 2019   21:55 Diperbarui: 18 Oktober 2019   21:56 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
JK bersama para dubes negara sahabat di kampus UIII. Foto | Minanews.com

 

Sebentar lagi Pak JK, sapaan akrab  Dr. Drs. H. Muhammad Jusuf Kalla, akan meninggalkan jabatan sebagai wakil presiden, namun bagi publik masih segar dalam ingatan akan prestasinya, terutama posisinya sebagai juru damai di berbagai konflik.

JK adalah Wakil Presiden Indonesia ke-10 dan ke-12 yang menjabat sejak 20 Oktober 2014. Ia merupakan Wakil Presiden Indonesia pertama yang menjabat 2 kali secara tidak berturut-turut.  

Ia lahir pada 15 Mei 1942 (usia 77 tahun), Watampone. Dalam kabinet pernah menjabat sebagai Menteri Perindustrian dan Perdagangan. Pernah pula menjadi menteri perindustrian.

Sekali lagi, jejak JK masih kuat melekat dalam ingatan, terutama mendamaikan konflik (Aceh, Ambon, dan daerah lain) sungguh luar biasa. Tidak berlebihan Kapolri Jenderal Tito Karnavian menyebut JK sebagai moderator dalam berbagai konflik.

JK sebagai sosok yang komplit. Selain pengusaha sukses, juga berhasil sebagai politikus. Pekerja profesional dan memiliki kematangan dalam urusan birokrasi. Itu tercermin ketika ia menjabat sebagai Kabulog dan Menko.

Ia juga tak merasa rendah diri menjadi 'marbot' alias mengurusi masjid. Maksudnya, ia aktif melalui Dewan Masjid Indonesia (DMI). Diterima di kalangan organisasi kemasyarakatan (Ormas) Islam seperti NU dan Muhammadiyah. Bahkan di kalangan garis keras, bisa diterima walau berbeda pendapat.

Nah, dalam urusan keagamaan ini, diam-diam ada prestasi luar biasa yang diukir JK sejak lama. Yaitu, pendirian Universtias Islam Internasional Indonesia, yang selanjutnya disingkat UIII. JK banyak terlibat mulai proses perencanaan hingga pendirian kampus UIII di kawasan Cimanggis, Depok, Jawa Barat.

Jokowi meletakan batu pertama pembangunan kampus UIII didampingi JK. Foto | Soksinews.com
Jokowi meletakan batu pertama pembangunan kampus UIII didampingi JK. Foto | Soksinews.com
**

Catatan penulis, pada Jumat (10/6/2016) di Gedung Kementerian Agama (Kemenag) dilangsungkan rapat penting mengenai pembahasan draft rancangan Peraturan Presiden tentang pendirian UIII.

Pada rapat itu hadir para utusan dari Kemenag sebagai tuan rumah, Kementerian Keuangan, Kemenkumham, PAN dan RB, serta Ristek dan Dikti. Rapat itu sendiri dipandu oleh Dirjen Peraturan Perundang-Undangan Kemenkumham Widodo Ekatjahjana didampingi Sekjen Kemenag Nur Syam dan Dirjen Pendis Kamaruddin Amin.

Ini merupakan lanjutan dari pertemuan dua hari sebelumnya (Rabu, 08/06/2016) di Istana Wapres yang dipimpin langsung Wapres Jusuf Kalla dan diikuti lima menteri serta para pejabat eselon I terkait.

JK, saat itu, memandang pendirian UIII harus diseriusi. Karena itu dilakukan langkah koordinasi harmonisasi Rancangan Perpres mengenai pendirian UIII. Setidaknya ada enam pasal harus selesai diharmonisasikan, antara lain terkait pendirian UIII itu sendiri sebagai sebuah universitas khusus program Pascasarjana (S-2 dan S-3).

**

Indonesia perlu menjadi salah satu pusat peradaban Islam di dunia. Maka, untuk mengenalkan kepada dunia internasional, ditempuh melalui jalur dan jenjang pendidikan tinggi yang memenuhi standar internasional.

Karena itulah,  Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 29 Juni 2016 menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 57 Tahun 2016 tentang pendirian Universitas Islam Internasional Indonesia, yang disingkat UIII.

Sesuai namanya, perguruan tinggi itu jelas berstandar internasional dan menjadi model pendidikan tinggi Islam terkemuka dalam pengkajian keislaman strategis yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri Agama, bunyi Pasal 1 ayat (2) Perpres tersebut.

Untuk mewujudkan perguruan tinggi berstandar internasional, UIII juga mempunyai tugas utama menyelenggarakan program magister dan doktor bidang studi ilmu agama Islam.

Selain menyelenggarakan program pendidikan tinggi ilmu agama Islam sebagaimana dimaksud dalam Perpres itu, UIII dapat menyelenggarakan program magister dan doktor bidang studi ilmu-ilmu sosial dan humaniora serta sains dan teknologi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Sedangkan pendanaan penyelenggaraan UIII bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan non-anggaran pendapatan dan belanja negara, dan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perguruan tinggi negeri badan hukum.

Diharapkan program tersebut segera terwujud dan mendapat dukungan semua pihak. Indonesia memang pantas memiliki perguruan bertaraf internasional seperti UIII itu karena ke depan akan menjadi pusat peradaban Islam yang Rahmatan Lil Alam (membawa rahmat bagi semesta alam).

**

JK foto bareng dengan para undangan. Foto | detik.com
JK foto bareng dengan para undangan. Foto | detik.com
Sungguh menarik pernyataan JK ketika meninjau proyek pembangunan kampus UIII (15/10/2019). Katanya, kini tengah dilakukan penjajakan kerja sama dengan sejumlah negara dengan UIII.

Direncanakan pengajar di kampus tersebut tak hanya dari Indonesia, tetapi juga dari mancanegara. Berbagai penjajakan itu mendapat tanggapan sangat baik, seperti kerja sama ahli-ahli, dalam hal bahasa dan pengiriman mahasiswa.

Karena kerja sama antaragama, maka di sini diterima mahasiswa nonmuslim, kata JK seperti dikutip dari Harian Kompas.

Diterimanya mahasiswa nonmuslim di UIII bukan hanya menggambarkan toleransi hadir di kampus tersebut. Juga terkandung pesan bahwa Alquran diturunkan dan dipelajari di universitas itu sejatinya untuk seluruh manusia.  

Pada acara itu hadir sejumlah negara sahabat. Dubes Turki Mahmud Erol Kilic, Dubes Inggeris Owen Jenkins, Dubes Jepang Masafumi Ishii, dan Dubes Amerika Serikat Joseph R Donovan Jr.

Sementara JK didampingi Menteri Luar Negeri Retno Lestari Priansari Marsudi, Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Syafruddin dan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi M Nasir.

Rektor UIII Prof. Komaruddin Hidayat berjanji akan mendatangkan profesor dari berbagai negara seperti Arab, Amerika Serikat, Jepang, Australia dan Eropa. Untuk bidang kajian Islam, kerja sama juga dilakukan dengan Al-Azhar di Mesir dan Maroko.

Kampus UIII dibangun pekan ini di Depok. Peletakan batu pertama akan dilakukan Presiden Jokowi. Dana pembangunan ditaksir Rp1,5 triliun. Tahap pertama Rp400 miliar, dialokasikan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Foto | harianbetawionlie.com
Kampus UIII dibangun pekan ini di Depok. Peletakan batu pertama akan dilakukan Presiden Jokowi. Dana pembangunan ditaksir Rp1,5 triliun. Tahap pertama Rp400 miliar, dialokasikan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Foto | harianbetawionlie.com
**

Mengapa JK begitu serius dengan pendirian UIII itu?

Begini penjelasannya. Realitasnya harus diakui bahwa isu pluralisme kadang menjadi komoditas berita hangat, diperbincangkan melibatkan para tokoh agama dan masyarakat tatkala mencuat peristiwa intoleransi di suatu tempat. Namun, suatu saat mendingin disertai peringatan tetap waspada akan hadirnya provokator yang mengusik ketenangan di masyarakat.

Perbedaan karena suku, agama, ras dan antargolongan -- yang kemudian dikenal sebagai SARA -- sesungguhnya tidak perlu menjadi isu yang ditanggapi secara berlebihan. Sebab, untuk memelihara kerukunan tersebut para pendiri bangsa ini telah merumuskan dalam kata yang sedemikian mudah dipahami, yaitu Bhineka Tunggal Ika.

Dengan begitu, kehidupan berbhineka atau disebut plural itu sebenarnya sudah terbiasa bagi rakyat Indonesia sejak dahulu. Di dalam satu kantor, sekolah, kampus atau lainnya terdapat berbagai jenis suku, bahasa daerah, adat istiadat dan lain-lain adalah dianggap lazim. Perbedaan tersebut tidak menjadi halangan dalam mendapatkan rasa keadilan.

Memahami kenyataan tersebut maka pluralisme bagi bangsa Indonesia sebenarnya bukan sesuatu yang baru dan aneh. Oleh karena itu, bangsa Indonesia tidak perlu belajar konsep pluralisme ke negara atau bangsa lain, tetapi seharusnya justru sebaliknya, yaitu menjadi guru tentang kehidupan yang majemuk, bhineka atau plural.

Jika ditarik ke konsep Islam Nusantara, Indonesia -- yang paling menghormati dan menjunjung ajaran Islam yang Rahmatan Lil Alamin, (pembawa kedamaian bagi semesta alam) sudah tentu memiliki berbagai kelebihan dari kemajemukan yang ada. Karena itulah, lembaga pendidikan berbasis agama (agama lain) di Tanah Air berkembang pesat.

Bukan hanya di lingkup perguruan tinggi agama Islam, agama lain pun memiliki perguruan tinggi dengan dasar akidah masing-masing. Dengan harapan, ke depan, kualaitas kehidupan beragama (agama lain: Kristen, Katolik, Buddha, Hindu dan Khonghcu) akan semakin baik. Untuk itu, penguatan pendidikan keagamaan sangat berperan dan menjadi sangat penting.

Terima Kasih Jusuf Kalla.

Sumber bacaan satu dan dua

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun