Dengan begitu, kehidupan berbhineka atau disebut plural itu sebenarnya sudah terbiasa bagi rakyat Indonesia sejak dahulu. Di dalam satu kantor, sekolah, kampus atau lainnya terdapat berbagai jenis suku, bahasa daerah, adat istiadat dan lain-lain adalah dianggap lazim. Perbedaan tersebut tidak menjadi halangan dalam mendapatkan rasa keadilan.
Memahami kenyataan tersebut maka pluralisme bagi bangsa Indonesia sebenarnya bukan sesuatu yang baru dan aneh. Oleh karena itu, bangsa Indonesia tidak perlu belajar konsep pluralisme ke negara atau bangsa lain, tetapi seharusnya justru sebaliknya, yaitu menjadi guru tentang kehidupan yang majemuk, bhineka atau plural.
Jika ditarik ke konsep Islam Nusantara, Indonesia -- yang paling menghormati dan menjunjung ajaran Islam yang Rahmatan Lil Alamin, (pembawa kedamaian bagi semesta alam) sudah tentu memiliki berbagai kelebihan dari kemajemukan yang ada. Karena itulah, lembaga pendidikan berbasis agama (agama lain) di Tanah Air berkembang pesat.
Bukan hanya di lingkup perguruan tinggi agama Islam, agama lain pun memiliki perguruan tinggi dengan dasar akidah masing-masing. Dengan harapan, ke depan, kualaitas kehidupan beragama (agama lain: Kristen, Katolik, Buddha, Hindu dan Khonghcu) akan semakin baik. Untuk itu, penguatan pendidikan keagamaan sangat berperan dan menjadi sangat penting.
Sumber bacaan satu dan dua
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H