Perang di dunia maya pun makin terasa sengit menyusul setelah partai-partai melalui tim suksesnya membangun portal atau website masing-masing. Hehehe seru!
**
Sayogiaya kita dapat memetik pelajaran dari beragam peristiwa buruk yang terjadi kala berlangsung Pilkada dan Pilpres. Kantor polisi kerap didatangi pelapor lantaran nama baiknya dicemarkan. Sayangnya, hingga kini, masih di antara kita asyik dengan keegoannya yang makin menguat.
Itu dapat kita saksikan kala Menkopolhukam Wiranto ditusuk salah seorang anggota Jamaah Ansharut Daulah (JAD), malah dikomentari "miring". Â Nyinyir.
Seperti diwartakan di berbagai media (sosial) Hanum Rais menyebarkan ujaran kebencian soal peristiwa penusukan Menkopolhukam Wiranto.
Cuitan Hanum Rais yang dimaksud itu berbunyi, "setingan agar dana deradikalisasi terus mengucur. Dia caper. Krn tdk bakal dipakai lg. Play victim. Mudah dibaca sbg plot.Â
Diatas berbagai opini yg beredar terkait berita hits siang ini. Tdk banyak yg benar2 serius kenanggapi. Mgkn krn terlalu banyak hoax-framing yg selama inu terjadi".
Dari Fenomena Buzzer terkait peristiwa buruk yang menimpa Wiranto, patut kita ajukan pertanyaan kepada buzzer yang melontarkan celotehan "miring" atau negatif. Bagaimana perasaan yang muncul jika peristiwa serupa menimpa orang tua atau anggota keluarga anda?
Penulis yakin, warga Indonesia akan lebih banyak memberi simpati daripada berceloteh tidak "kepuguhan", tidak pada tempatnya. Terlepas siapa yang mengalami nasib naas itu. Sebab, masyarakat Indonesia masih banyak yang meyakini dan mengamalkan Sila Pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa.
Lantas, bagaimana agar kita menjadi buzzer yang dalam kalimatnya selalu memiliki nilai ibadah.
Tidak terlalu sulit sih jika kita mau menengok pesan para nabi dan rasul yang selalu menyampaikan kabar gembira dan memberi peringatan, mengajak orang berbuat kebaikan dan memerangi kebatilan atau amar makruf, nahi munkar.