Ditentang?
Namun argumentasi ormas itu ditentang dengan menyatakan bahwa tidak ada orang mati karena merokok. Banyak orang yang panjang usia hingga tua meskipun perokok berat.
Jika merokok dipandang berbahaya karena bisa membunuh pelan-pelan karena itu diharamkan, kenapa orang-orang yang mengonsumsi gula misalnya tidak diharamkan? Logikanya, bukankah kini penyakit gula jadi ancaman bagi kesehatan manusia?
Muhammadiyah menganggap rokok mengandung zat adiktif nikotin yang berbahaya dan beracun. Lalu dipertanyakan adanya temuan-temuan riset terakhir (misalnya dari Public Health England) bahwa nikotin bukan zat yang berbahaya.
Yang dianggap berbahaya bukan nikotin melainkan tar, yaitu zat kimia yang berada di gumpalan-gumpalan asap yang dihasilkan dari proses pembakaran ketika merokok seperti dalam produk "rokok konvensional".
Nikotin hanya mengakibatkan pada kecanduan saja, tidak menimbulkan penyakit berbahaya. Zat nikotin ada di berbagai tumbuhan dan sayuran (seperti tomat, kentang, terong, dan lainnya) bukan hanya tembakau saja.
Selama ini tembakau terus diubek-ubek dan dipermasalahkan mengandung zat nikotin. Nah, kalau sudah begitu, alasan yang dipakai Muhammadiyah dinilai "salah sasaran".
Bagaimana dengan sikap NU. Ormas ini melalui Kyai Said Aqil Siroj pernah menyatakan, hukum asal merokok itu adalah "mubah" (boleh) tetapi apabila dikonsumsi berlebihan akan menjadi "makruh".
Makruh maknanya berada di antara halal dan haram, tetapi lebih mendekati ke arah haram, meskipun tidak berdosa jika melakukannya. Apabila sampai menimbulkan dampak buruk bagi kesehatan, memunculkan sejumlah penyakit (jantung, kanker, paru-paru, impotensi, dlsb), maka hukum merokok menjadi "haram".
Nah, makin jelas sekarang. Argumentasi tentang larangan rokok belum pernah menemui titik temu yang pas. Ada yang mengambil garis "abu-abu" dan garis "hitam dan putih". Peminat orang merokok terus meningkat dibarengi kenaikan cukai rokok. Sementara produsen rokok makin mendapat angin, dan di sisi para petugas kesehatan merasa prihatin. Sementara itu, pemerintah menaikan tarif cukai rokok.Â
Makin menarik lagi pengalaman penulis. Penulis sering mendapati humor sesama kyai dalam selingan obrolan mereka. Sepertinya kyai yang tak suka merokok melemparkan humor kepada rekannya yang menjadi perokok aktif.