Mohon tunggu...
Edy Supriatna Syafei
Edy Supriatna Syafei Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Tukang Tulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Gara-gara Lebaran Anak Yatim, Mertua dan Mantu Ribut

9 September 2019   18:10 Diperbarui: 9 September 2019   18:20 437
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mendengarkan tausiyah. Foto | Dokpri

Ini hal sepele. Mertua dan mantu ribut gara-gara sebutan Lebaran Anak Yatim. Mentu bertahan pada pendapat bahwa Lebaran atau hari raya Islam itu hanya ada dua: Idul Fitri dan Idul Adha.

Sementara sang mertua (Maersaroh, bukan nama sebenarnya), sesuai dengan pemahaman yang diterima dari para ustazah di majelis ta'lim, sesungguhnya lebaran itu juga dikhususkan bagi kalangan anak yatim.

Jadi, lebaran tak dimonopoli melulu untuk Muslim yang menjalani puasa sebulan penuh (Ramadan) dan ibadah haji atau qurban, tetapi bagi anak yatim pun ada. Dasar pemikiran yang dipakai adalah bahwa anak yatim di mata Rasulullah, Nabi Muhammad SAW mendapat tempat istimewa.

Wuih, keren, kan?

Kapan lebaran anak yatim itu. Ya, setiap 10 Muharram tahun hijriah. Istimewanya lagi, umat Muslim sangat dianjurkan melaksanakan ibadah puasa sunnah.

Penegasan adanya puasa sunnah itu memperkuat argumentasi si mertua, Maesaroh, kala berdebat dengan sang mantu yang mengaku sudah belajar malang melintang di perguruan tinggi dan meraih gelar strata hingga tiga kali. Pokoknya, pakai S-3 alias Doktor.

"Doktor, bukan dokter nyang kerjanya tukang nyuntik ntu," kata si Mertua dengan logat Betawi medok.

"Pinter kok keblinger," kata Mertua dengan nada tinggi dan raut wajah marah.

10 Muharam yang juiga dijadikan ajang Lebaran Anak Yatim. Foto | Dokpri
10 Muharam yang juiga dijadikan ajang Lebaran Anak Yatim. Foto | Dokpri
Mendengar kata keblinger, sang mantu (Laksana Puteri binti Sugih, bukan nama sebenarnya), naik pitam alias marah besar. Ia seolah mendapat tantangan untuk adu pendapat dengan mertua yang hanya punya pendidikan tak tamat sekolah rakyat. 

Sang mantu, Laksana Puteri, lalu angkat bicara. Katanya, jika lebaran anak yatim itu ada, pemerintah pasti sudah lama menetapkan sebagai hari libur nasional. Sama dengan libur Idul Fitri dan Idul Adha.

"Ini kan nggak ada. Yang ada malah 1 Muharram ditetapkan sebagai hari libur nasional," ia menimpali.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun