Mohon tunggu...
Edy Supriatna Syafei
Edy Supriatna Syafei Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Tukang Tulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tabunglah Air Hujan, Panen Manfaat Pasti Didapat

7 September 2019   19:04 Diperbarui: 11 September 2019   21:22 839
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Krisis air bersih akibat musim kemarau panjang yang melanda sejumlah wilayah, termasuk wilayah Ibukota Jakarta saat ini, memaksa warga mencari sumber-sumber air baru. 

Peristiwa ini seperti sudah menjadi fenomena tahunan, saat kemarau panjang,  banyak warga mencari pekerja gali sumur orderan. Tentu saja penjual jasa gali sumur itu mendapat pesanan melimpah, mengingat lagi sumber air bersih dari PDAM tak bisa dijadikan andalan.

Air sangat penting. Alasan utamanya memang air merupakan kebutuhan dasar bagi kehidupan. Akudanair tidak bisa dipisahkan dalam kehidupan. Kita, semua, butuh air untuk kehidupan.

Peta kekeringan diinformasikan BMKG. Foto | BMKG
Peta kekeringan diinformasikan BMKG. Foto | BMKG
Kini menjadi perhatian kita, bersama, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), jauh hari mengeluarkan peringatan terkait kemarau panjang.

BMKG memperkirakan musim kemarau di sejumlah wilayah Indonesia masih akan terjadi hingga November 2019. Puncak musim kemarau diperkirakan terjadi pada September.

Disebut, potensi bencana kekeringan pada 2019 diprediksi terjadi di wilayah Jawa, Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Nusa Tenggara Barat (NTB). BMKG mendasari prediksi itu berdasarkan pemantauan wilayah yang mengalami Hari Tanpa Hujan (HTH) hingga 30 Juni 2019.

Undang-Undang (UU) Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana menyebutkan bahwa kekeringan adalah ketersediaan air yang jauh di bawah kebutuhan air untuk kebutuhan hidup, pertanian, kegiatan ekonomi dan lingkungan.

Semua pihak memahami bahwa penyebab kekeringan: (1) musim kemarau yang terlalu lama, (2) minimnya peresapan air karena sedikitnya pohon, (3) penggunaan air berlebihan, (4) kekurangan sumber air, (5) hanya sedikit tampungan air buatan. Terntu, dampak dari kekeringan itu dapat berupa: (1) kurangnya sumber air minum/air bersih, (2) timbul penyakit, dan (3) kematian.

Penting diperhatikan adalah analisis BMKG pada kemarau 2019 ini. BMKG membagi tiga kategori potensi kekeringan meteorologis yang tersebar di sejumlah wilayah, yaitu: Awas, Siaga, dan Waspada.

Daerah dengan potensi kekeringan kategori Awas antara lain Jawa Barat, Jawa Tengah, sebagian besar Jawa Timur, Yogyakarta, Bali, NTT dan NTB. 

Sedangkan untuk kategori Siaga antara lain Jakarta Utara dan Banten. Kemudian untuk kategori Waspada antara lain Aceh, Jambi, Lampung, Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat dan Sulawesi Selatan.

Satgas Pamtas RI-RDTL Yonif Raider 408/SBH membuat kincir air atasi kekeringan lahan pertanian di Kabupaten Belu, NTT, Jumat (6/9/2019). | ISTIMEWA
Satgas Pamtas RI-RDTL Yonif Raider 408/SBH membuat kincir air atasi kekeringan lahan pertanian di Kabupaten Belu, NTT, Jumat (6/9/2019). | ISTIMEWA
Dari delapan provinsi, ada 72 kota/kabupaten atau 376 kecamatan terdampak kekeringan. Sebanyak 2.055.551 jiwa yang bermukim di wilayah itu diperkirakan membutuhkan air minum 30.272 meter kubik per hari.  

Mencermati itu, diimbau kepada masyarakat agar tetap waspada dan berhati-hati terhadap kekeringan karena bisa berdampak pada sektor pertanian dengan sistem tadah hujan. 

Beruntung, kita punya kearifan lokal yang patut dipertahankan. Di berbagai daerah yang kerap menghadapi kekeringan, masih kuat ikatan persaudaraan antarwarga semangat gotong royong membangun tandon air (embung) seperti yang dilakukan warga di NTT dan NTB. 

Di wilayah Kalimantan dan Sumatera, kala kemarau panjang, warganya mengeluarkan simpanan air bersih dari sejumlah tempayan (gentong) untuk kebutuhan air minum. Tempayan dimanfaatkan menampung air hujan dari atap kala musim penghujan datang.

Di Jakarta, sumur bor jadi solusi

Banyak di antara warga di pemukiman membuat sumur bor saat kemarau. Foto | Istimewa
Banyak di antara warga di pemukiman membuat sumur bor saat kemarau. Foto | Istimewa

Kini pemandangan pencarian sumber air bersih di beberapa wilayah Jakarta mulai terlihat. Hal itu sebagai dampak musim kemarau panjang. Belum lama ini Masjid At Taubah, di kawasan Ceger, Jakarta Timur, membuat sumur bor. Selama ini air permukaan yang digunakan untuk wudhu rada bau. Tapi, setelah menggunakan jet pump, kualitas air terasa jauh lebih baik.

Kekeringan juga dirasakan warga di kawasan Penjaringan, Jakarta Utara. Kawasan ini memang jika terjadi kemarau panjang warganya selalu menderita kekurangan air bersih meski kawasan Penjaringan harusnya memiliki air tanah cukup.  

Cerita ibu rumah tangga di majelis ta'lim dan orang tua tentang sumur di kediaman atau pemukimannya mengering terdengar di berbagai tempat. Ada rekan kerja, berangkat ke kantor tidak mandi dan ketika tiba di kantor langsung cari kamar mandi dan baru ganti pakaian. Wuih, seru!

Bisa jadi, peristiwa kekeringan itu disebabkan lingkungan yang demikian cepat berubah. Belum lagi pengambilan air tanah di Jakarta demikian besar. Maka, yang terjadi, permukaan tanah turun dan ke depan punya potensi besar dapat terjadinya banjir kala musim penghujan datang.

Pemda DKI Jakarta diminta melakukan audit lingkungan terhadap bisnis dan industri di beberapa wilayah itu, harap Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) DKI Jakarta Tubagus Soleh Ahmadi.

Audit lingkungan dirasa perlu guna mengetahui apakah ada faktor lain yang mempengaruhi kondisi kekurangan air bersih. Termasuk kemungkinan yang disebabkan pengambilan air tanah berlebihan sehingga warga mengalami ancaman kekeringan.

Sayogiaya permasalahan kekeringan yang dirasakan sekarang bisa diatasi.Termasuk di wilayah yang tidak memiliki jaringan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Caranya, mengatur persediaan air dalam jumlah yang cukup saat musim penghujan tiba dan mengendalikan pendistribusiaannya secara proporsional kepada warga saat kemarau datang.

Sampai saat ini, seperti dikemukakan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Jakarta bahwa wilayah ibu kota masih dalam status aman terhadap ancaman kekeringan ekstrem. Meski begitu, kita tak boleh lengah. Lebih baik kewaspadaan tetap ditingkatkan.

Sumur Resapan

Cara membuat sumur resapan. Foto | PU
Cara membuat sumur resapan. Foto | PU

Prinsip menabung air kala musim penghujan dan mengendalikan pendistribusiannya secara proporsional untuk kemanfaatan warga adalah lebih baik. Sumber air hujan yang merupakan rejeki dari Allah tak boleh mengalir ke laut demikian saja. Karena itu, kehadiran tandon air menjadi kebutuhan dalam kehidupan.

Jangan sesekali punya pikiran mentang-mentang mudah mendapatkan air (tanah) dengan membuat sumur bor. Sebab, ketersediaan air tanah memiliki keterbatasan, apa lagi disedot dalam skala besar.

Untuk menjamin ketersediaan air tanah, sekaligus menjaga intrusi air laut, maka dibutuhkan danau, setu, waduk dan pengendalian air di sejumlah sungai.

Intrusi air laut adalah menyusupnya air laut kedalam pori-pori batuan dan mencemari air tanah yang terkandung didalamnya. Masuknya air laut mengganti air tawar dapat membahayakan pondasi bangunan. Terutama material besi yang digunakan termakan karat.

Penampungan air di waduk atau setu bila difungsikan sebagaimana mestinya, sesungguhnya untuk mengatur keseimbangan alam. Kala kemarau panjang datang, air meresap dari setu atau waduk, selanjutnya dapat mengisi rongga-rongga kebutuhan air tanah.

Sungguh, jika saja danau, waduk, dan setu yang ada di kawasan perkotaan dapat dilestarikan dan dijaga kebersihannya, kekurangan air bersih dapat diatasi meski itu tidak secara signifikan. Sayangnya, setu, waduk dan danau di Jakarta, jumlahnya tak banyak, hanya 55 buah. Jelas, hal itu jauh dari ideal.

Cara membuat sumur resapan biopori. Foto | PU
Cara membuat sumur resapan biopori. Foto | PU
Untuk itu, warga perlu diajak peran sertanya dalam menabung air. Misalnya, membuat sumur resapan dan lubang resapan biopori. Rekayasa teknik konservasi air sangat diperlukan. Gunanya adalah menampung air hujan yang jatuh di atas atap rumah atau daerah kedap air dan meresapkannya ke dalam tanah.

Pemda DKI Jakarta pernah menggencarkan pembuatan sumur resapan di berbagai wilayah, termasuk tepi jalan. Upaya ini memang perlu terus didorong agar permukaan tanah di Jakarta tidak mengalami penurunan dari tahun ke tahun.

Rasakan Manfaat Kanal Banji 

Nah, bagaimana penanganan air berlebihan atau banjir di Jakarta? Sejak tempo deoloe, banjir memang selalu menjadi momok. Para relawan kemanusiaan seperti sudah hafal "peta" dan pertolongan korban banjir.

Banjir Kanal Timur (BKT). Selain sebagai penampungan air juga untuk pengendalian banjir. Foto | PU
Banjir Kanal Timur (BKT). Selain sebagai penampungan air juga untuk pengendalian banjir. Foto | PU
Sejatinya konsep penanganan banjir di Jakarta sudah ada sejak lama. Prof. Ir. Hendrik van Breen, misalnya. Ia adalah salah satu sosok yang memperkenalkan konsep kanal banjir. Barulah kemudian pada 1911, Departemen Burgelijke Openbare Werken (BOW), cikal bakal Departemen Pekerjaan Umum, menunjuk van Breen sebagai Ketua Tim Penyusun Rencana Pencegahan Banjir.

Prinsip dari konsep itu adalah mengalirkan air dari sungai di hulu Batavia melalui saluran kolektor yang dimulai dari selatan kota (saat itu batas selatan kota berada di Manggarai) hingga tepi barat kota menuju ke laut, bermuara di Muara Angke.

Nah, saluran yang menyusuri bagian barat Batavia ini dikenal dengan Kanal Banjir Barat. Untuk mendukung pengatur aliran air, dibangun Pintu Air Manggarai dan Pintu Air Karet.

Barulah pada 2003, sebagai salah satu upaya mengendalikan banjir di Jakarta secara keseluruhan, maka dibangun Kanal Banjir Timur. Rencana Kanal Banjir Timur diharapkan dapat mengendalikan banjir di wilayah Jakarta Timur dan Jakarta Utara.

Mengacu pada prinsip pengendalian banjir DKI Jakarta pada Rencana Induk Pengendalian Banjir Jakarta 1973 (Master Plan for Drainage and Flood Control of Jakarta), yang disusun dengan bantuan Netherland Engineering Consultant (NEDECO), pengendalian banjir di Jakarta, bertumpu pada dua kanal yang melingkari sebagian besar wilayah kota.

Kanal itu akan menampung arus air dari selatan dan dibuang ke laut melalui bagian- bagian hilir kota yang dikenal dengan nama Kanal Banjir Barat dan Kanal Banjir Timur. Kanal-kanal tersebut adalah salah satu upaya pengendalian banjir Jakarta disamping pembuatan waduk dan penempatan pompa pada daerah yang lebih rendah dari permukaan air laut.

Jadi, prinsip pembuatan kanal banjir dimaksudkan menampung air yang berlebihan kala musim hujan dan mengalirkannya ke laut dengan tetap memperhatikan kebutuhan air saat musim kamarau datang.

Wisata di tepi Banjir Kanal Timur. Foto | Detiktravel.com
Wisata di tepi Banjir Kanal Timur. Foto | Detiktravel.com
Manfaat kanal banjir -- atau populer di kalangan masyarakat Jakarta sebagai banjir kanal -- kini sudah dirasakan. Seperti yang dilihat di bentaran banjir kanal timur, warga memanfaatkannya sebagai tempat rekreasi. Hebatnya, beberapa wilayah pemukiman yang sebelumnya kerap dilanda banjir kini tak lagi.

Dikutip dari Detiktravel,  kita bersyukur bahwa kehadiran Banjir Kanal Timur (BKT) nyatanya tidak hanya berfungsi sebagai penangkal banjir saja. Sesekali bolelah bertandang ke Duren Sawit, Jakarta Timur. Di situ BKT menjelma sebagai tempat rekreasi baru yang ramai dikunjungi pelancong.

Daerah penampungan dan serapan air yang dibangun pemerintah DKI Jakarta ini, memang untuk menanggulangi banjir yang terjadi di Jakarta. Kanal buatan seluas 207 kilometer persegi ini, difungsikan guna menampung air dari Kali Ciliwung, Kali Cipinang, Kali Sunter, Kali Buaran, Kali Jati Kramat, dan Kali Cakung.

Kanal dengan panjang sekitar 23,5 km ini, membentang mulai dari Kebon Nanas, Jakarta Timur hingga Pantai Marunda, Jakarta Utara. Sementara lahan kosong yang berada di kiri dan kanannya diaspal, ditanami pepohonan, rumput, dan dibuat beberapa halte atau taman mini. Indah, kan?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun