Mencermati itu, diimbau kepada masyarakat agar tetap waspada dan berhati-hati terhadap kekeringan karena bisa berdampak pada sektor pertanian dengan sistem tadah hujan.Â
Beruntung, kita punya kearifan lokal yang patut dipertahankan. Di berbagai daerah yang kerap menghadapi kekeringan, masih kuat ikatan persaudaraan antarwarga semangat gotong royong membangun tandon air (embung) seperti yang dilakukan warga di NTT dan NTB.Â
Di wilayah Kalimantan dan Sumatera, kala kemarau panjang, warganya mengeluarkan simpanan air bersih dari sejumlah tempayan (gentong) untuk kebutuhan air minum. Tempayan dimanfaatkan menampung air hujan dari atap kala musim penghujan datang.
Di Jakarta, sumur bor jadi solusi
Kini pemandangan pencarian sumber air bersih di beberapa wilayah Jakarta mulai terlihat. Hal itu sebagai dampak musim kemarau panjang. Belum lama ini Masjid At Taubah, di kawasan Ceger, Jakarta Timur, membuat sumur bor. Selama ini air permukaan yang digunakan untuk wudhu rada bau. Tapi, setelah menggunakan jet pump, kualitas air terasa jauh lebih baik.
Kekeringan juga dirasakan warga di kawasan Penjaringan, Jakarta Utara. Kawasan ini memang jika terjadi kemarau panjang warganya selalu menderita kekurangan air bersih meski kawasan Penjaringan harusnya memiliki air tanah cukup. Â
Cerita ibu rumah tangga di majelis ta'lim dan orang tua tentang sumur di kediaman atau pemukimannya mengering terdengar di berbagai tempat. Ada rekan kerja, berangkat ke kantor tidak mandi dan ketika tiba di kantor langsung cari kamar mandi dan baru ganti pakaian. Wuih, seru!
Bisa jadi, peristiwa kekeringan itu disebabkan lingkungan yang demikian cepat berubah. Belum lagi pengambilan air tanah di Jakarta demikian besar. Maka, yang terjadi, permukaan tanah turun dan ke depan punya potensi besar dapat terjadinya banjir kala musim penghujan datang.
Pemda DKI Jakarta diminta melakukan audit lingkungan terhadap bisnis dan industri di beberapa wilayah itu, harap Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) DKI Jakarta Tubagus Soleh Ahmadi.