Mohon tunggu...
Edy Supriatna Syafei
Edy Supriatna Syafei Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Tukang Tulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Perlunya Kemenag Ubah Paradigma

27 Agustus 2019   09:59 Diperbarui: 27 Agustus 2019   10:14 117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

**

Sejatinya, dalam berbagai literatur, nasionalisma adalah paham (ajaran) untuk mencintai bangsa dan negara sendiri; sifat kenasionalan. Nasionalisme sayogianya makin menjiwai bangsa Indonesia. 

Nasionalisme harus dibangun dengan kesadaran keanggotaan dalam suatu bangsa yang secara potensial atau aktual bersama-sama mencapai, mempertahankan, dan mengabadikan identitas, integritas, kemakmuran, dan kekuatan bangsa itu; semangat kebangsaan.

Namun ada nasionalisme yang perlu dihindari. Yaitu, nasionalisme sempit itu yang bahaya. Biar jelek, biar maling yang penting sesuku, satu ras dan agama dengan saya. itu yang buat negara ini terpuruk! - Basuki Tjahaja Purnama.

Nasionalisme yang sejati, nasionalismenya itu bukan semata-mata copy atas tiruan dari Nasionalisme Barat, akan tetapi timbul dari rasa cinta akan manusia dan kemanusiaan. -- Soekarno.

Nah, lantaran demikian pentingnya nasionalisme itu, kini menjadi tambah penting menempatkan bahwa peningkatan kualitas pemahaman agama-agama. Bahkan akan mewarnai dalam pengamalan setiap sila. Kapan dan dimana pun dengan tetap menjunjung keberagaman, toleransi dalam bingkai nasionalisme.

Di Asia, kita bisa berkaca kepada Jepang dan Korea Selatan. Dua bangsa ini memiliki nasionalisme 'hebat'. Sejatinya, Indonesia sebagai bangsa besar bisa sejajar dengan bangsa itu.

Bisakah? Ya bisa, asal saja peran agama dapat dijadikan perekat bangsa dengan semangat nasionalisme yang dimiliki. Dalam konteks ini Kementerian Agama memang perlu mengubah paradigmanya.

Apa lagi bahwa kehidupan harmoni antarumat beragama di Indonesia sejatinya sudah berlangsung lama. Yang perlu diwaspadai adalah masih adanya 'oknum' memainkan ideologi untuk kepentingan kelompok dan pribadinya.

Syukurlah, kini para pemeluk agama-agama menyadari bahwa manusia akan dikenang karena amal perbuatannya. Bukan saling caci maki dan menyingkirkan kebaikan orang lain. Amal saleh (kesalehan sosial) sangat penting karena akan dimintai pertanggungjawabannya di hari akhir.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun