Mohon tunggu...
Edy Supriatna Syafei
Edy Supriatna Syafei Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Tukang Tulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Maaf....

26 Agustus 2019   06:44 Diperbarui: 26 Agustus 2019   07:02 217
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sebelum jenazah dibawa ke areal pemakaman, anggota keluarga memohon kepada hadirin untuk dibukakan pintu maaf. Foto | Dokpri

Sungguh terlalu. Sudah menumpang kentut di dalam mobil, lalu tidak minta maaf pula. Hmmm, baunya seperti telur busuk. Kita yang berada satu kendaraan jadi merasa menyesal memberi tumpangan kepadanya.

"Ia tak beretika," kata Johan, pemilik mobil kala menumpahkan rasa kesal kepada isterinya karena mengajak rekan sekantor pulang bersama.

Sang isteri hanya melempar senyum mendengar cerita sang suami tercinta di rumah. Dan, sambil menarik nafas dalam  istri Johan itu lalu mengingatkan agar ikhlas jika berteman tidak bisa memantaskan diri di berbagai tempat.

"Sudah begitu, badannya bau apek. Untung aku tak muntah," tambah Johan lagi.

Menanggapi sikap Johan yang marah dan belum juga puas melontarkan kemarahannya, sang nyonya berusaha menahan diri dan membiarkannya terus berceloteh sampai puas menumpahkan kekecewaannya sebagai dampak membawa penumpang kentut di dalam kendaraannya.

**

Ibu Heny tak habis pikir, puteranya punya perilaku menyebalkan yang selalu dilakukan berulang-ulang. Sudah diberi tahu, tapi tak juga diindahkan. Bahkan ia seperti diejek karena perbuatan buruknya berulang kali terjadi.

"Iwan, kalau setelah mandi, handuk jangan dibawa ke kamar. Letakan di tempatnya, agar nanti jika dipakai lagi sudah mengering," pesan Ibu Heny kepada Iwan, putera semata wayangnya.

Karena kebiasaan menyebalkan itu tak kunjung diindahkan, akhirnya Ibu Heny memutuskan menguatkan diri untuk bersabar menghadapi puteranya.  Setiap kali Iwan membawa handuk ke kamar dan meletakan di atas tempat tidurnya, saat itu pula sang ibu membawanya keluar dan menempatkan handuk pada tempatnya.

Berbeda dengan kebiasaan suaminya. Munurut Ibu Heny, suaminya, Parjoko punya kebiasaan yang tidak menyenangkan dirinya setiap hari. Tapi ia tak kuasa menghadapinya.

Apa itu. Ya, Parjoko setiap memencet botol odol untuk gosok gigi selalu pada bagian tengah. Bukan pada bagian ekor sebagaimana dilakukan oleh Ibu Heny. Tapi, karena sudah menjadi kebiasaan, akhirnya Ibu Heny memutuskan harus bersabar menghadapi suami yang punya kebiasaan tak disukainya.

"Diberi tahu agar memencet botol odol bagian ekor, tapi tak dituruti," katanya.

Lantaran menghindari bertengkar hanya karena persoalan sepele, akhirnya Ibu Heny memutuskan memaafkan perilaku suaminya meski sang suami tak merasa bersalah.

**

Dalam kehidupan sehari-hari, kita, semua, secara sadar atau tidak telah berbuat tidak menyenangkan bagi orang sekitar. Teman terdekat, famili hingga isteri sekalipun.

Jelas-jelas mencuri itu perbuatan diharamkan, tetapi ada saja orang melakukannya. Ngutil di pasar swalayan atau mall, misalnya. Mabuk-mabukan hingga mengganggu orang sekitar sebagai perbuatan tak elok, masih saja ada orang melanggarnya.

Sengaja atau tidak, ada saja perbuatan yang mengakibatkan orang lain tak senang. Jika saja dalam keseharian kita merasa berat memberi kata maaf, boleh jadi dalam kehidupan akan lebih banyak diwarnai pertengkaran, kemarahan dan banyak berurusan dengan pihak kepolisian.

Manusia memang tempatnya salah dan lupa. Eloknya kesalahan itu harus disadari untuk segera diperbaiki. Melulu mempertahankan diri selalu benar karena merasa lebih pintar, punya gelar akademik tinggi, punya kedudukan di masyarakat, status sosial tinggi, jadi bos dan kaya, sungguh berpotensi menjebak diri terperangkap dalam dosa.

Boleh jadi seseorang lulus ketik diuji dengan kemiskinan, tetapi ketika mendapat kesenangan menjadi orang gagal karena lupa diri. Akhirnya, ia terjebak dengan egoisnya sendiri.

Kalau boleh kita tengok betapa marahnya Nabi Muhammad SAW ketika mendatangi seseorang tengah menghadapi kematian. Orang bersangkutan tak kunjung wafat lantaran ibunya tak ikhlas disakiti semasa anaknya masih hidup.

Setelah mendapat penegasan bahwa orang bersangkutan akan dibakar hidup-hidup, ibunya baru mengeluarkan pernyataan pemberian pemaafan. Setelah itu, lancarlah proses kematian orang bersangkutan.

Seorang nabi sekalipun tak luput dari kesalahan. Rosulullah, Nabi Muhammad SAW juga manusia biasa dan pernah ditegur Allah karena mengabaikan Abdullah ibn Ummi Maktum yang datang memotong pembicaraan Rasulullah dengan Utbah ibn Rabiah, Syaibah ibn Rabiah, Amr ibn Hisyam, Umayyah ibn Khalaf, dan Walid ibn Mughirah.

Saat itu Nabi sangat berharap para pemuka Quraisy masuk Islam. Tetapi, pembicaraannya terpotong oleh kedatangan Ibn Ummi Maktum, yang karena tidak dapat melihat tidak mengetahui situasi Nabi.

Setelah peristiwa itu, Nabi sangat menghormati Ibn Ummi Maktum. Tatkala sudah di Madinah, Nabi menunjuk Ibn Ummi Maktum menjadi muazin berdua dengan Bilal ibn Rabbah.

Pada Ramadhan, Bilal mengumandangkan azan pertama membangunkan kaum Muslimin untuk makan sahur dan Ibn Ummi Maktum pada azan kedua memberitahukan bahwa fajar sudah menyingsing, tanda puasa hari itu sudah dimulai.

Karena itu, Ahad kemarin (25/8/2019), ketika penulis berbicara mewakili keluarga besar almarhumah Hj. Sofni binti Buyung, di Masjid At-Taubah, pinggiran Jakarta, tepatnya Kampung Ceger, Cipayung, di hadapan jemaah shalat jenazah menyampaikan permintaan maaf.

Terima kasih telah hadir untuk ikut menyolatkan jenazah almarhumah. Mohon dibukakan pintu maaf sebesar-besarnya, baik kesalahan yang disengaja atau tak disengaja. Mohon pula, jika ada kaitan hutang dapat diselesaikan dengan anggota keluarga.

Demikian pesannya. Dan, sejatinya, pesan itu selalu disampaikan kala hendak mengantarkan jenazah ke pemakaman.

Kesalahan atau kekurangan adalah milik manusia. Kesempurnaan adalah milik Allah. Lantas, mengapa di antara kita masih ada menolak menyampaikan permintaan maaf antarsesama umat?

Rasulullah SAW telah memberi contoh. Ia berdiri ketika menyaksikan jenazah seorang yahudi digotong. Lalu, para sahabat memberi tahu dengan nada seolah protes, "Itu jenazah orang Yahudi."

"Bukankah ia juga manusia?" sahut Rasulullah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun