Kata kunci menarik minat pemudik mau menggunakan bus sangat sederhana. Yaitu, berikan kenyamanan dan kemanan, maka animonya dipastikan meningkat.
Seorang pejabat yang cerdas dari suatu kementerian sering mengunjungi toilet sebelum meresmikan bangunan kantor atau terminal bus.
Apakah pejabat bersangkutan ke toilet untuk membuang air kecil atau sekedar berpura-pura, kita tidak tahu. Tapi yang jelas terkandung maksud pejabat bersangkuan ingin mengukur seberapa serius penanganan kebersihan di tempat itu.
Hal ini menjadi penting karena keindahan atau kebersihan lingkungan kantor, termasuk di lingkungan pelayanan publik, dapat tercermin dari pengelolaan toiletnya.
Di toilet itulah tercermin perilaku kebersihan warganya. Jika toilet tak terurus dan baunya ke luar dengan disaksikan warga menutup hidung, bisa disimpulkan soal kebersihan tak diperhatian.
Jika kita tarik penanganan toilet di sejumlah terminal bus di Jakarta, wuih sungguh memprihatinkan. Kunci pintu rusak, air kran macet, kadang kita menjumpai kotoran tak dibersihkan oleh penggunanya. Semua itu, tak perlu banyak disebutkan lagi, sudah jadi pemandangan keseharian. Lihat Terminal Kampung Rambutan, Kalideres dan Pinang Ranti. Hmmm.
Kalaupun ada toilet berbayar di luar terminal, kadang penjaga toilet minta bayaran melebihi batas dari kewajaran.
Bila diamati sekeliling terminal, sampah berserakan di berbagai tempat. Kalaupun ada petugas kebersihan, kerjanya setengah hati karena yang membuang sampah sembarang lebih galak dari petugas. Pedagang liar pun semaunya. Kepala Terminal seolah dibuat tak berdaya.
Knek dan sopir bus seenaknya duduk di bawah pohon taman setempat. Sambil ngopi dan merokok sembarangan buang puntung karena tak disediakan ruang untuk merokok.
Kala jam sibuk, knek bus dengan tampilan lusuh dan pakaian kumel, berteriak memanggil penumpang untuk jurusan tertentu. Sementara untuk penumpang pengguna transJakarta nampak lebih tertib meski harus berdesakan dengan disaksikan pencopet siap beraksi kala punya kesempatan.
Di Terminal Kampung Rambutan, terlihat ada pemisahan angkutan bus luar kota, bus dalam kota, transJakarta, sejumlah mobil angkot berbagai jurusan dan bus ukuran kecil yang dikenal sebagai Metromini.
Bisa disaksikan setiap hari. Misalnya, untuk bus luar kota. Tak satu pun bus yang sepenuhnya mengandalkan penumpang naik di terminal. Sebagian mengandalkan di terminal banyangan. Tepatnya, di tikungan Pasar Rebo. Bahkan, masih banyak mengetem di pintu luar terminal.
Demikian juga bus angkutan dalam kota. Kalaupun bus penuh keluar dari terminal, itu terjadi saat jam kerja. Sangat jarang pula.
Hal serupa lebih parah lagi dengan angkutan kota. Dan, kalau sudah begitu nampaknya akan terus berlanjut dari tahun ke tahun, maka pelayanan publik, khususnya angkutan massal berupa bus antarkota dan dalam kota, akan dirasakan makin menjengkelkan.
Bisakah kita benahi?
Ya, bisa. Terpenting ada kemauan kuat dan seluruh pihak memberi perhatian dengan langkah yang sama.
Sebelum itu, ada baiknya pengalaman penulis ketika bertandang ke negeri jiran, Malaysia dituangkan di sini. Harapannya, ya bisa dicontoh. Diambil yang baik-baiknya saja.
Sungguh, saya tak bermaksud memuji negara jiran. Pada Desember tahun lalu, penulis bersama keluarga, setelah singgah dua malam di Batam, mengunjungi Johor, salah satu negeri bagian di semenanjung Malaysia. Dari Batam, melalui pelabuhan Batam Center menyeberang pelebuhan Stulang. Penyeberangan butuh waktu 2 jam.
Tujuan kami sebetulnya hendak ke Thailand dengan kendaraan bus umum. Kami mencari angkutan di Stasiun Larkin. Stasiun bus ini tak terlalu mewah, tapi terlihat bersih dengan dilengkapi pasar tradisional dan kios-kios cantik seperti juga di Tanah Air.
Nah yang menariknya, soal kebersihan.Terminal di sini patut diacungi jempol. Toilet dilengkapi fasilias seperti halnya di Bandara. Ini sangat paradok jika kita tengok Terminal Bus Senen.
Pengelola di Stasiun Larkin patut diberi apresiasi. Yang lebih menyenangkan bagi penulis adalah soal Masjid An-Nur yang terletak di lantai dua. Masjid dengan kapasitas sekitar 1000 orang ini terlihat bersih dan apik.
Masjid ini dilengkapi klinik, tempat shalat bagi perempuan secara terpisah, dan minum air mineral secara gratis. Belum lagi berbagai kegiatan dakwah yang diisi para dai setempat secara bergantian.
Bagi warga yang merasa lelah, bisa beristirahat dengan deretan kursi di samping masjid. Sedangkan bagi para penghafal Alquran bisa memanfaatkan waktu usai shalat untuk memperdalam ilmunya di masjid ini.
Wah, gembira saya kalau terminal di Tanah Air punya model seperti ini. Paling tidak, dapat dilakukan untuk sejumlah terminal di Ibu kota Jakarta.
Di Terminal Bus Pahang, diberlakukan sistem pembelian tiket online. Bagi yang berangkat mendadak, bisa beli tiket melalui agen di terminal setempat.
Nah, menariknya, bus baru berangkat sesuai dengan jadwal yang sudah ditetapkan oleh pihak manajemen terminal. Penuh atau tidak penuh, jika sudah waktunya berangkat ya harus meninggalkan terminal.
Tak ada penumpang menyetop bus di perjalanan. Di sini tak dikenal terminal bayangan, yang membuat sopir mencari tambahan.
Terminal bersih. Seperti juga di sebuah bandara, toilet rapi dan bersih. Tak ada pungutan biaya ketika keluar dari toilet seperti di Tanah Air.
Melihat kondisi terminal dan pelayanan angkutan bus yang masih jauh dari menggembirakan itu, sangat logis terjadi penurunan jumlah pemudik yang menggunakan angkutan massal tahun ini dibanding tahun 2018.
Data dari Kementerian Perhubungan menyebut, jumlah total penumpang selama mudik Lebaran 2019 tercatat sebanyak 11.531.775 orang. Sedangkan pada tahun 2018 jumlah penumpang mencapai 13.923.193.
Untuk menarik minat pemudik menggunakan bus, ya tak ada jalan lain selain PembenahanAngkutanMassal bersama fasilitas pendukungnya.
Terminal dibenahi, manajemen angkutan pun ditata, SDM di sejumlah perusahaan bus kemampuannya diperbaiki. Termasuk, ya mentalnya juga. Mental melayani penumpang harus dikedepankan. Kenyamanan dan keselamatan penumpang harus jadi jaminan.
Jika di sektor perkertaapian kita bisa menata lebih baik, mengapa untuk angkutan lebaran seperti bus tidak bisa? Ini tantangan dan pasti bisa dilakukan seperti yang dicontohkan negara jiran tadi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H