Lantas, mengapa sang imam Masjid Quba demikan "hobi" membaca Surat Al-Ikhlas? Sampai-sampai ia mengatakan: "Saya tidak akan meninggalkannya. Bila kalian suka, saya akan mengimami dengan membaca surat ini. tetapi bilta tidak suka saya tidak akan mengimami kalian."
Hal itu dilakukan karena kecintaanya terhadap surat ini. Ya, kecintaan yang diyakini dapat menghantarkannya masuk surga. Imam Masjid Quba tak bosan membaca Surat Al-Ikhlas bukan lantaran terdiri dari empat ayat:
Qul huwallahu ahad
Katakanlah (Muhammad), "Dialah Allah, Yang Maha Esa.
Allahus-shamad
Allah tempat meminta segala sesuatu.
Lam yalid wa lam yuulad
(Allah) tidak beranak dan tidak pula diperanakkan.
Wa lam yakul lahuu kufuwan ahad
Dan tidak ada sesuatu yang setara dengan Dia."
Membaca surat ini diyakini karena kecintaannya. Selain itu, yang dirasakan, dapat menghantarkan pikiran dan hati menjadi jernih. Hidup merasa tenang. Mencintai, seperti yang dilakukan Imam Masjid Quba itu, berarti menghidupkan hati dan pikiran.
Dalam konteks kekinian, ada ungkapan tak kenal maka tak cinta. Jika kita hanya menghafal saja tak memahami makna dan kandungannya, ya sia-sia. Alquran yang diwahyukan kepada Nabi dalam Bahasa Arab, tetapi orang Arab belum tentu memahami makna Surat Al-Ikhlas.
Sama halnya dengan Sumpah Pemuda, sering dan mudah kita ucapkan. Nyatanya, masih banyak warga Indonesia belum memahami maknanya.
Karenanya, mari kita memahami kandungan surat Al-Ikhlas sebagaimana ditegaskan Rasul Allah: "Demi jiwaku yang ada dalam genggaman-Nya, Surat Al-Ikhlas itu sama dengan sepertiga Alquran."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H