Sangat mengganggu. Sungguh. Cuma saja tak bisa memprotes, apa lagi berunjuk rasa untuk menunjukan sikap tidak senang. Lebih baik diam. Pikir penulis, mengambil sikap diam adalah emas ketimbang berceloteh yang justru menambah susah tuan rumah.
Itulah sikap penulis ketika menghadapi musuh baru umat Muslim dari berbagai negara, termasuk tuan rumah Pemerintah Arab Saudi, yang bernama jangkrik dan banyak bersembunyi di celah tiang dan penyimpanan alas kaki, lemari yang ada di Masjid Nabawi, Madinah dan saluran air di Masjidil Haram, Mekkah.
Awalnya penulis mengira kumpulan jangkrik, yang oleh warga Jakarta banyak dijadikan umpan unggas atau burung peliharaan, hanya berada di saluran air Masjidil Haram saja. Tak tahunya, ya di Masjid Nabawi juga banyak berkeliaran dan mengeluarkan suara krik... krik... kirik dan terdengar makin keras kala kita sedang berzikir dan membaca Alquran.
Sepengetahuan penulis, ketika menunaikan ibadah haji pada 2007 tak ada suara jangkrik berkumandang di masjid. Juga pada 2008, ketika bertugas sebagai petugas haji, pun tak dijumpai jangkrik yang juga suaranya serupa dengan jangkrik di Tanah Air.
Kala bertugas kembali pada 2010, masjid masih steril dari jangkrik. Pun ketika kembali berumrah pada 2013, jangkrik tak terdengar di kedua masjid yang banyak dikunjungi umat Islam se-dunia. Lalu, mengapa sekarang ini bisa masuk ke Masjidil Haram?
Bukankan di negeri petro dollar itu hadir penjaga dua kota suci: Masjidil Haram di Mekkah dan Masjid Nabawi di Madinah, yang dikenal sebagai Khadim al-Haramain asy-Syarifain.
Kebetulan saat itu terdengar jangkrik tengah mengerik di balik lemari penyimpanan alas kaki. Penulis menanyakan perihal jangkrik. Lantas, Naser, sambil mengangkat bahu, mengaku tak tahu kapan jangkrik berani masuk ke Masjid Nabawi. Tahu-tahu makin banyak dan sekarang banyak bersembunyi di lubang-lubang sempit.
Sambil bergurau ia mengatakan, jangkrik ada yang sopan. Coba perhatikan, ketika kita buka puasa bersama ia cuma berani mengeluarkan suara. Tapi tak berani hadir di hadapan kita untuk berbuka menemani.
Ia lalu melanjutkan celotehnya. Katanya, memang ada yang shalat diganggu. Itu karena jangkriknya genit. Kami jadi tertawa lagi dan tak terasa azan magrib berkumandang dan waktu buka puasa bersama disegerakan dengan didahului membaca doa.
Jawaban Naser terhadap fenomena baru di Masjid Nabawi dan Masjidil Haram dihuni jangkrik - termasuk pengamatan penulis juga ada belalang - belum memuaskan. Mengapa dan mengapa bisa demikian?
Warga setempat menyebut jangkrik sebagai belalang hitam. Ada juga menyebut serangga yang termasuk dalam klasifikasi famili/keluarga Gryllus.
Di lobi hotel, penulis bertemu seorang akademisi yang tak mau disebut namanya. Ia dengan ramah menjelaskan bahwa fenomena tersebut tidak perlu dikhawatirkan berlebihan. Biasanya saat musim dingin saja jangkrik muncul ke permukaan. Jadi hal itu kaitannya erat dengan musim. Namun tentang mulai kapan jangkrik itu bermunculan di masjid dan bahkan di kediaman rumah penduduk? Ia tak tahu persis.
Tapi bisa saja berawal adanya bisnis jangkrik. Jangkrik dibudidayakan untuk kebutuhan umpan burung. Lantas, karena kurang pengawasan, jangkrik lepas dan menyebar di Semananjung Arab. Itu baru dugaan.
Pemerintah Arab Saudi memang belum menyatakan perang terbuka terhadap jangkrik yang bermukim di kedua masjid tersebut. Namun sudah menganggapnya sebagai musuh. Karena mengganggu umat beribadah, ya tentu saja jadi musuh bersama bagi umat Muslim. Kita berharap, ke depan, umat Muslim dari seluruh dunia dapat beribadah di kedua masjid yang mulia itu dengan nyaman tanpa harus diganggu lagi oleh jangkrik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H