Mohon tunggu...
Edy Supriatna Syafei
Edy Supriatna Syafei Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Tukang Tulis

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Koran Menyuarakan Jokowi Tak Lagi di Ujung Tanduk

16 April 2019   10:30 Diperbarui: 17 April 2019   13:04 544
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hingga H -- 1, atau sehari menjelang pelaksanaan pemungutan suara (nyoblos) pada Rabu (17 April 2019), jejak kampanye berupa atribut partai sudah bersih. Hanya di beberapa tempat saja bendera partai berkibar di atas pohon tak bisa diturunkan lantaran terlalu sulit diambil petugas.

Selasa pagi, penulis berkeliling Terminal Kampung Rambutan. Terasa sekali "denyut" kesibukan warga untuk berangkat ke tempat kerja masing-masing. Berbeda rasanya dengan hari-hari sebelumnya. Bisa jadi mengingat esok adalah hari libur nasional dalam rangka nyoblos, menentukan pilihan kepada wakil rakyat dan pemimpin bangsa.

Perlihatkan judul koran. Foto | Dokpri
Perlihatkan judul koran. Foto | Dokpri

Mulai Pukul 07.00 WIB, mobil angkutan warga yang memasuki terminal ini mulai berkurang. Demikian juga TransJakarta. Hanya saja kendaraan pribadi di jalan tol dari arah Bogor ke Jakarta masih belum berubah dari biasa, macet.

Kita berharap, setelah LRT (Light Rail Transit) pekerjaannya rampung, kemacetan di Jogorawi dapat berkurang. Warga tertarik dengan moda angkutan massal yang lebih efisien.

"Kita di sini tak menyediakan TPS (Tempat Pemungutan Suara). Kita hanya melancarkan arus penumpang saja," kata M. Yasin, petugas Terminal Kampung Rambutan ketika ditanyai seputar pemungutan suara.

Di berbagai sudut terminal, penulis menyaksikan petugas terlihat lebih sibuk. Mengingat pada malam hari, jelang penyoblosan, diperkirakan banyak warga pulang kampung. Mereka kebanyakan warga yang berdomisili tak jauh dari ibukota.

Kesibukan petugas di terminal Kp Rambuntan. Foto | Dokpri
Kesibukan petugas di terminal Kp Rambuntan. Foto | Dokpri

Menyalurkan suara di TPS masing-masing adalah hak mereka. Namun tidak demikian dengan pendapat si Abang Koran, dipanggil demikian lantaran ia tak mau disebut namanya.

Si Abang Koran ini mengaku tak pulang kampung karena selain jauh, juga tak cukup uang untuk pulang. Tak ada pilihan, selain ikut nyoblos di dekat rumah kontrakannya.

Menariknya, ia bercerita bahwa dari sejumlah koran dalam sepekan ini menempatkan petahana Joko Widodo (Jokowi) dalam posisi teratas. Berbeda dengan lawannya, Prabowo Subianto yang tampil "gagah" dan "semangat".

Judul koran dari berbagai penerbitan menempatkan berita Jokowi bakal jadi presiden lagi. Sebagai orang muslim, setelah Jokowi pulang dari umrah, si Abang Koran ini mengaku semakin yakin bahwa posisi Jokowi tidak lagi berada di ujung tanduk.

"Aman, ainul yakin," katanya singkat.

Wah, keren bahasa si Abang Koran ini. Ia rupanya sudah melek media, tidak hanya membaca judul-judul koran saja. Pantas saja, kacamatanya pun terlihat tebal.

Kemacetan di ruas tol Jogorawi, dekat terminal Kp Rambutan. Foto | Dokpri
Kemacetan di ruas tol Jogorawi, dekat terminal Kp Rambutan. Foto | Dokpri

**

Di era reformasi ini, siapa pun boleh mengekspresikan pendapatnya melalui berbagai saluran media massa (sosial). Si Abang Koran pun leluasa mengemukakan pendapatnya. Ia tak takut lagi bahwa di dekat kios jualan korannya ada polisi wara-wiri di dekatnya.

Keterbukaan informasi publik menjadi potret bahwa demokrasi berjalan dengan baik. Komitmen pemerintahan Jokowi, termasuk pemerintahan sebelum Orde Baru, telah berhasil mendorong lembaga pemerintah untuk melayani kebutuhan informasi yang menjadi hak publik.

Buahnya, ya adalah keberanian menyampaikan pikiran dan pendapat seperti celoteh tukang koran tadi.

Kini kesadaran publik makin besar. Mendapatkan informasi tak melulu harus melalui proses penyaringan melalui lembaga sensor. Demokrasi menganut asas dari Rakyat, oleh Rakyat dan untuk Rakyat.

Dalam kontek Pemilu, pertanyaannya kemudian,  apakah pemberitaan media massa sudah memenuhi harapan publik atau masyarakat?

Jawabnya iya, karena memang kerja awak media menampilkan fakta yang ada di masyarakat. Karena itu media dianggap sebagai cerminan berbagai hal yang terjadi di masyarakat bersangkutan.

Namun sebaliknya apabila Pemilihan Presiden (Pilpres) dan anggota legislatif yang digelar secara serentak pada 2019 ini dijumpai ketidak-sesuaian dengan harapan, maka besar kemungkinan masyarakat menyebut demokrasi kita 'bopeng'.

Sisa sepanduk berupa imbauan tetap dipertahankan setelah spanduk partai diturunkan. Foto | Dokpri
Sisa sepanduk berupa imbauan tetap dipertahankan setelah spanduk partai diturunkan. Foto | Dokpri

**

Kita pun bersyukur bahwa media massa selama berlangsungnya kampanye tak hanya menjalankan fungsi edukasi bagi publik,  tapi juga menjadikan pesta demokrasi itu berjalan damai.

Sayangnya, masih ada suara minor terhadap pers, seperti pelaku media yang terlibat dalam politik praktis. Salah satunya adalah soal keberpihakan. Hal ini menjadi salah satu problem media dalam pemilu dari tahun ke tahun. Terutama media yang memiliki afiliasi dengan parpol. Imbasnya, terjadi penyebaran informasi yang bias kepada masyarakat.

Semua itu harus menjadi catatan perbaikan ke depan.  Sebab, sayogyanya dalam event lima tahunan itu, fungsi pers harus mengedepan peran sebagai "wasit" dalam sebuah pertandingan olahraga. Jadi wasit, jangan jadi pemain.

Kita harus yakin bahwa media di negeri ini masih dapat dipandang sebagai salah satu pilar demokrasi. Media massa atau pers punya  peranan menjaga bahkan mempengaruhi jalannya suatu sistem politik yang demokratis. Sedikit banyaknya praktek media massa berkontribusi bagi tegaknya prinsip-prinsip berdemokrasi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun