Jawabnya iya, karena memang kerja awak media menampilkan fakta yang ada di masyarakat. Karena itu media dianggap sebagai cerminan berbagai hal yang terjadi di masyarakat bersangkutan.
Namun sebaliknya apabila Pemilihan Presiden (Pilpres) dan anggota legislatif yang digelar secara serentak pada 2019 ini dijumpai ketidak-sesuaian dengan harapan, maka besar kemungkinan masyarakat menyebut demokrasi kita 'bopeng'.
**
Kita pun bersyukur bahwa media massa selama berlangsungnya kampanye tak hanya menjalankan fungsi edukasi bagi publik, Â tapi juga menjadikan pesta demokrasi itu berjalan damai.
Sayangnya, masih ada suara minor terhadap pers, seperti pelaku media yang terlibat dalam politik praktis. Salah satunya adalah soal keberpihakan. Hal ini menjadi salah satu problem media dalam pemilu dari tahun ke tahun. Terutama media yang memiliki afiliasi dengan parpol. Imbasnya, terjadi penyebaran informasi yang bias kepada masyarakat.
Semua itu harus menjadi catatan perbaikan ke depan. Â Sebab, sayogyanya dalam event lima tahunan itu, fungsi pers harus mengedepan peran sebagai "wasit" dalam sebuah pertandingan olahraga. Jadi wasit, jangan jadi pemain.
Kita harus yakin bahwa media di negeri ini masih dapat dipandang sebagai salah satu pilar demokrasi. Media massa atau pers punya  peranan menjaga bahkan mempengaruhi jalannya suatu sistem politik yang demokratis. Sedikit banyaknya praktek media massa berkontribusi bagi tegaknya prinsip-prinsip berdemokrasi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H