Tak habis pikir. Calon Presiden Prabowo Subianto sepertinya tak pernah merasa bersyukur. Apa yang pernah dinikmati sedari dulu hingga tubuhnya subur, gagah dan ganteng selalu saja dipandang dari sisi negatif. Bahkan, ketika berkampanye pun meluncur dari mulutnya kata-kata kasar.
Tanpa bermaksud menggurui, Prabowo sayogiaya harus bersyukur bahwa Indonesia dalam kondisi seperti sekarang, tidak terpecah-pecah seperti di Timur Tengah. Hal itu juga berkat jasa para elite politik dan pemimpin negeri sebelumnya. Lepas dari kelebihan dan kekurangan yang dimiliki. Apa lagi Indonesia kini tenteram hingga mampu menggelar pemilihan presiden.
Bukankah dengan makin meningkatkan rasa syukur, dapat ketaatan kapada Allah Swt dan tidak menyebabkan diri menjadi angkuh dan lupa kepada yang memberikan nikmat tersebut. Â
Bersyukur adalah ungkapan berterima kasih kepada Allah, lega, senang dan menyebut nikmat yang diberikan kepadanya dimana rasa senang, lega itu terwujud pada lisan, hati maupun perbuatan.
**
"(Pertumbuhan ekonomi) 5 persen, 'ndasmu'," kata Prabowo ketika berkampanye di Stadion Utama Gelora Bung Karno Senayan, Jakarta, Ahad pagi, saat mengeritisi keberhasilan pemerintahan Jokowi mencapai pertumbuhan ekonomi 5 persen.
Mengenai kata 'ndasmu' itu, seorang kompasianer pernah menulis terkait kata tersebut. Giri Lumakto menyebut bahwa kata ndasmu sendiri merupakan umpatan terkasar dalam bahasa Jawa.
Ndas, ia menjelaskan, merupakan kata benda level terbawah untuk menggantikan kata kepala. Di atas kata ndas ada sirah (untuk level orangtua) dan mustoko(level untuk sastra dan konteks keraton). Dan kata ndas sendiri merupakan 'kepala' yang diperuntukkan untuk hewan. Contohnya adalah ndas pitik (kepala ayam) atau ndas kebo (kepala kerbau). Tidak lazim dan tepat menyematkan kata sirah untuk ayam, sirah pitik.
Penulis tak paham Bahasa Jawa yang memiliki stratifikasi dalam penerapannya. Tapi, atas bantuan isteri yang berdarah biru asal Solo, maka setelah mendapat penjelasan mengenai penggunaan kata "ndas" tadi, Â sungguh penulis nilai sangat buruk. Jika meminjam ucapan Raja Dangdut Roma Irama, ucapan Prabowo itu "sungguh terlalu".
Jika kata "ndas" tadi digiring untuk dialek orang Betawi, bisa disejajarkan dengan kata: "Pala lu peang". Jadi, kembali lagi, kata "ndas" atau "kepala lu peang" sangat tidak patut, tidak elok digunakan. Apa lagi bukan pada tempatnya. Apa lagi ini diucapkan oleh seorang cakon presiden, pemimpin negeri yang besar dan kaya raya. Apa lagi dia adalah seorang putera begawan ekonomi yang beken itu, Prof. Dr. Soemitro Djojohadikoesoemo.