Membentuk kabinet "utopia" seperti itu mengingatkan penulis pada zaman Orde Baru. Dulu, jauh sebelum kabinet dibentuk dan diumumkan, wartawan Istana 'kasak-kusuk' mencari tahu siapa saja personil yang diangkat Soeharto sebagai menterinya. Lantas, di antara rekan wartawan itu, main tebak-tebakan.
Namun di kawasan Glodok, ada orang iseng, membuat taruhan dengan nilai jutaan rupiah. Hehehe, bagi penjudi, susunan kabinet saja saat itu jadi barang judi. Sementara personil yang merasa masuk 'bursa' kabinet tengah dag-dig-dug di rumah menanti telepon datang dari Istana.
Memang beda gaya Prabowo dan Soeharto dalam dunia politik. Zaman pun telah berubah. Setidaknya, perbedaan paling nyata adalah Prabowo telah memainkan politik di luar kelaziman di negara demokrasi.
Bagaimana mungkin kemenangan tidak di tangan sudah mengumumkan susunan kabinetnya. Peristiwa itu tak jauh beda ketika Soeharto mengumumkan kabinet hasilnya sama dengan hasil "kasak-kusuk" wartawan yang dikenal sebagai kabinet bayangan.
Agar pertarungan terasa fair play, Jokowi dianjurkan tidak perlu takut dengan kabinet bayangan Prabowo. Apa lagi terpengaruh. Bukankah dalam debat Pilpres 2019 lalu, Prabowo selalu mengangkat asas demokrasi. Dan ia pun punya 'nyali besar' untuk memberi apresiasi kepada petahana setelah mendengar penjelasan program yang pro rakyat. Â
Hehehehe. Salam demokrasi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H