Mohon tunggu...
Edy Supriatna Syafei
Edy Supriatna Syafei Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Tukang Tulis

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Sosialisasi Vaksin Meningitis Berkelanjutan Jadi Kebutuhan

19 Maret 2019   11:55 Diperbarui: 19 Maret 2019   13:14 519
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Bu, karena vaksinnya mengandung babi, saya tak perlu disuntik. Kasih saja bukunya," pintanya sambil berharap petugas kesehatan memahami pendiriannya.

"Itu aturan pemerintah, Pak!" tegas petugas.

Petugas itu kemudian menambahkan penjelasannya. Jika bapak tidak mau disuntik vaksin meningitis, buku kesehatannya tak diberikan. Itu adalah prosedur dan aturan pemerintah yang harus dipatuhi.

Bukankah vaksin mengandung babi itu jelas-jelas haram. Bagaimana nih, kok petugas tak mau memahami. Kepinginnya, dapat buku saja cukup tanpa diberi suntikan, tutur warga yang menolak disuntik vaksin meningitis itu lagi.

Ada tiga petugas kesehatan di ruang pemeriksaan itu. Semua terdiam mendengar ocehan pria paruh baya itu. Masing-masing petugas sibuk dengan orang yang dilayaninya. Namun nampaknya merasa sebel dengan celotehan penolakan disuntik dengan alasan vaksin mengandung zat babi.

"Jadi, berarti saya tidak bisa ikut umrah, ya?"

Foto | dokpri
Foto | dokpri
Lalu, kembali petugas menjelaskan, soal bapak berangkat atau tidak, itu bukan urusannya di sini. Pihak petugas di sini memberi layanan vaksin meningitis. Bukan hanya kepada calon jemaah umrah dan haji, juga kepada pihak lainnya.

"Jadi, harus juga disuntik?"

"Iya," kata petugas sambil menganggukan kepala.

Lalu, ia beranjak dari kursi menuju petugas lainnya yang sudah memegang jarum suntik. Penyuntikan dilakukan hanya membutuhkan waktu sekitar satu menit. Tapi, prosedurnya itu yang harus diikuti butuh waktu lama. Dimulai mengisi formulir, menunggu nomor panggilan antrean, bayar di kasir lalu dipanggil untuk wawancara dan penyuntikan vaksin.

Tak lama si bapak yang merengek tak mau disuntik tadi kembali duduk di kursi semula. Kewajiban suntik vaksinasi telah diterimanya. Ia menerima buku sertifikat vaksin meningitis. Lalu, mengucap terima kasih dan ngeloyor menuju pintu. Keluar.

isi formulir Foto | Dokpri
isi formulir Foto | Dokpri
**

Permohonan seorang warga melalui percakapan dengan petugas kesehatan di atas adalah salah satu upaya 'bujuk rayu' mendapatkan buku vaksin meningitis tanpa disuntik. Dalam bahasa asing buku itu disebut International Certificate of Vaccination or Prophylaxis.

Sangat penting bagi yang ingin menunaikan ibadah umrah dan haji. Tentu, ini sangat disayangkan. Pasalnya, seseorang ingin mendapatkan buku vaksin tanpa disuntik jelas menyalahi prosedur. Meski alasan yang disampaikan masuk akal, yaitu vaksin meningitis bersentuhan atau mengandung zat babi ketika dalam proses pengolahannya.

"Hari gini masih tanya vaksin mengandung babi," kata seorang petugas kala orang yang bersangkutan telah meninggalkan ruang pemeriksaan.

Pengamatan penulis, dalam sehari, sekitar 300 orang mendatangi Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) Bandara Soekarno Hatta, Wilayah Kerja Halim Perdanakusuma, di Jalan Jengki, Jakarta Timur. Dan pada Senin (18/3/2019) kemarin, kami sekeluarga melakukan vaksin meningitis untuk memenuhi persyaratan menunaikan ibadah umrah, Ramadhan nanti.

Putra kami, Andri Ganesa, batal disuntik meningitis lantaran pada dua hari mendatang akan donor darah. Saran petugas, usai donor darah, baru boleh melakukan suntik meningitis. Mengapa? Agar proses kekebalan vaksin tersebut dapat bekerja sempurna.

Nah, ketika penulis hendak diwawancarai untuk suntik meningitis itulah didapati seorang yang sama-sama berada di ruangan "merayu" petugas agar tak disuntik meningitis yang meski pada akhirnya disuntik juga. Hehehe.

Juga di ruang yang sama, ada seorang lainnya memaksa petugas untuk disuntik meningitis. Petugas menolak lantaran yang bersangkutan, kala mengisi formulir dan diwawancarai, mengaku punya penyakit alergi bila disuntik vaksin tersebut.

"Bapak harus diperiksa dulu di rumah sakit. Itu saran saya. Toh, keberangkatannya masih lama," pinta petugas kesehatan.

Lama orang ini tak mau beranjak dari ruang pemeriksaan. Petugas terus menerus meminta agar ia mau bersedia memeriksakan kesehatannya di rumah sakit, untuk memastikan kesehatannya baik. Karena ia tak mau juga keluar, tentu saja hal itu sangat mengganggu pelayanan. Sementara antrean di luar sudah banyak orang menanti untuk dipanggil.

Suasana di kantor pelayanan. Foto | Dokpri
Suasana di kantor pelayanan. Foto | Dokpri
**

Sekedar menyegarkan ingatan, penggunaan vaksin meningitis sempat "heboh" pada 2009 lalu. Vaksin meningitis yang biasa disuntikkan kepada para calon jamaah haji sebelum bertolak ke Tanah Suci dinyatakan mengandung enzim babi.

Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Umar Shihab, Jum'at (22/5/2009), saat itu mengeluarkan pernyataan dan sekaligus membantah klaim Glaxo Smith Kline (GSK), produsen vaksin meningitis yang menyatakan vaksin ini bebas dari unsur binatang.

Pernyataan ini dikeluarkan Umar menyusul terungkapnya kandungan enzim babi dalam presentasi produsen vaksin tersebut Glaxo Smith Kline (GSK) dengan jajaran Majelis Ulama Indonesia (MUI) di Gedung Depkes pada Rabu (20/5).

Lantaran bersentuhan dengan enzim babi, maka statusnya haram. Namun ia menyadari bahwa vaksin tersebut dibutuhkan bagi umat Muslim yang akan menunaikan ibadah haji atau umrah. Nah, karena ketentuannya wajib itu kemudian MUI menetapkan status darurat.

Namun dari kajian Majelis Pertimbangan Kesehatan dan Syara (MPKS) saat itu dijelaskan bahwa bahan akhir polisakarida dalam vaksin meningitis tidak mengandung babi.

"Bahan yang digunakan untuk membuat vaksin adalah polisakarida. Berdasarkan kajian yang kami lakukan, didapati bahwa hasil akhir yang berupa polisakarida tersebut tidak mengandung apa-apa," ujar Dr H Achmad Sanusi, SpPD, ketua MPKS dalam acara press briefing tentang persiapan WHA dan vaksin meningitis di gedung Kemenkes, Jakarta, Jumat (14/5/2010).

Perlu dipahami bahwa MPKS adalah suatu majelis yang akan mengkaji mengenai berbagai persoalan yang mungkin agak sensitif jika dilihat dari suatu agama. Beberapa hal yang dikaji oleh MPKS adalah bayi tabung, inseminasi buatan, vasektomi, tubektomi, aborsi, vaksin polio, dan vaksin meningitis.

Institusi itu mengkaji dari sisi ilmiahnya. Mulai bagaimana proses dari awal hingga didapatkan produk akhir, untuk vaksin meningitis ini yang diambil hanya polisakarida.

Kementerian Kesehatan telah menyatakan bahwa vaksin meningitis yang digunakan Indonesia untuk calon jamaah haji sama dengan vaksin meningitis yang digunakan negara-negara lain seperti Malaysia dan juga Arab Saudi.

Meningitis sendiri disebabkan virus atau bakteri. Calon jamaah haji harus diberikan vaksin meningitis karena khawatir adanya penularan penyakit meningitis dari jamaah haji negara lain termasuk meningitis belt yang masih menjadi endemik di negara Afrika Selatan.

Sekadar diketahui, meningitis adalah radang membran pelindung sistem syaraf pusat. Penyakit ini dapat disebabkan oleh mikroorganisme, luka fisik, kanker, atau obat-obatan tertentu. 

Meningitis adalah penyakit serius karena letaknya dekat otak dan tulang belakang, sehingga dapat menyebabkan kerusakan kendali gerak, pikiran, bahkan kematian.

Buku sertifikat vaksin inilah ikut menentukan jadi tidaknya seseorang laik menunaikan ibadah haji atau umrah. Foto | Dokpri
Buku sertifikat vaksin inilah ikut menentukan jadi tidaknya seseorang laik menunaikan ibadah haji atau umrah. Foto | Dokpri
**

Mengingat pentingnya pemberian vaksin meningitis ini, sayogiaya pemerintah melakukan sosialisasi terus menerus. Sosialisasi secara berkesinambungan menjadi penting, mengingat, bisa jadi masih ada orang mendapat informasi tak lengkap tentang vaksin ini sehingga memiliki keraguan dari sisi kehalalannya.

Mengutip keputusan MUI tentang vaksin meningitis pada 16 Juli 2010 (4 Sya'ban 1431 H), Nomor 06 tahun 2010, ditegaskan bahwa vaksin Menveo Meningococcal dan Vaksin Meningococcal hukumnya halal. Jadi, vaksin yang boleh digunakan hanyalah vaksin yang halal.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun