Setelah tim nasional terus melorot. Jadi peringkat empat di Asian Games Seoul saja sudah bagus. Selanjutnya, di tahun berikutnya, terjun bebas yang disambut publik dengan perasaan memelas.
Kini, sangat wajar, di tahun politik banyak politisi menyebut dan mengakui Indonesia itu adalah negara besar, potensi alam dan sumber daya manusia yang dimiliki sangat luar biasa. Kita harusnya berada di berisan terdepan dan .... demikian kalimatnya yang indah di telinga.
Tapi, mengapa mencari sebelas pemain sepakbola yang berkualitas demikian sulit? Katanya, mencari pemain terbaik harus melalui kompetisi berjenjang. Rutin dilakukan dengan didukung pemandu bakat profesional. Mencari pemain terbaik harus melalui pendidikan (Diklat sepakbola), dan dukungan dana memadai.
Bertahun-tahun semua itu ditempuh. Pengurus satu berakhir, lantas berkelanjutan dengan program tak jauh berbeda. Pengurus berikutnya hadir, tapi lebih disibukkan urusan "prikitil"tapi tidak fokus kepada pemain. Tegasnya, pengurus fokus kepada urusan fulus.
Lalu, patut dijawab, adakah tim solid dan kuat yang mencerminkan sebagai pemain nasional lahir. Jawabnya, nihil. Kalaupun ada, jumlahnya tak lebih dari lima jari tangan.
Selain kepengurusan PSSI tidak paham teknis dan non teknis sepakbola, ada gelagat sejak awal menjadi pengurus semata diniatkan mencari fulus, sehingga apa pun caranya ditempuh untuk kepentingan pribadi. Karenanya, nasib dan kesejahteraan pemain hanya dapat perhatian kala menghadapi event besar atau dapat bonus kalau menang.
Karenanya, mafia sepakbola mudah mengintervensi pengurus. Ini lantaran mental pengurus sedari awalnya memang sudah bobrok.
Dan, awak media pun ikut dikibuli para pengatur skor karena jalannya pertandingan digambarkan sebagaimana adanya. Padahal dibalik itu, hasil pertandingan merupakan rekayasa. Nah, maka publik pun jadi membaca berita bohong, kan?
Penulis merasa bersyukur, hadirnya pihak kepolisian dengan membentuk tim anti mafia sepakbola akan membawa angin segar bagi sepakbola Indonesia. Pengurus PSSI yang terlibat dan beberapa pelaku lainnya sudah ditahan. Ini langkah maju.
Kalau zaman dulu, jarang pengurus yang terlibat ditahan. Yang ada, ya dimintai keterangan saja.
Apakah separuh atau seluruh pengurus PSSI perlu diberhentikan. Semua itu tergantung dari Pemerintahan Joko Widodo ke depan. Apakah Presiden menyetujui Kongres Luar Biasa (KLB) PSSI, atau menanti hasil kerja tim anti mafia sepakbola ?