Ada di antara tukang cukur ini, karena kekurangan modal, menggelar lapak di bawah pohon rindang. Berjalan di pasar tradisonal  sambil membawa alat cukur seperi kaca dan tas. Mereka ini memberlakukan tarif murah. Jika harga pasaran per kepala yang dicukur Rp15 ribu, untuk cukur di bawah pohon dikenakan tarif sekitaar Rp10 ribu. Murah, kan?
Bila para tikang cukur dari Garut ini ingin sukses, kuncinya adalah menjaga kebersihan. Selimut yang dipakai berulang-ulang dan sudah bau, baiknya disiapkan penggantinya. Hindari merokok kala sedang mencukur pelanggan.
Kelebihan tukang cukur asal Garut, yang hingga kini masih kuat melekat di kalangan pelanggannya, adalah memijit kepala pelanggan usai mencukurnya. Ini yang tidak dipunyai tukang cukur mana pun.
Mumpung tukang cukur asal Garut tengah "naik daun", sungguh elok mulai sekarang melakukan perbaikan dalam pelayanan. Siapa tahu kedepan banyak pemilik modal mengajak kerja sama. Muaranya, bukan tidak mustahil, cukur dengan orang Garut punya kesan pijitannya yang jempolan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H