Maka, jelas saja hal itu semua akan bermuara ketidakharmonisan dalam roda pemerintahan.
Kita pun sadar bahwa pembangunan infrastruktur itu memang mahal, penyelesaiannya pun butuh waktu dengan segala perencanaan yang harus matang.
Di negeri mana pun, termasuk negeri tercinta Indonesia, diyakini bahwa untuk menyejahterakan warga, infrastruktur menjadi tulang punggung untuk menopang berbagai sektor ekonomi seperti transportasi, bisnis atau perdagangan hingga pariwisata.
Nah, untuk mencapai keberhasilan menyejahterakan rakyat ini prosesnya tidak akan berjalan mulus manakala dualisme kepemimpinan di kawasan itu kuat mengakar. Perlu solusi permanen agar tidak timbul konflik yang dapat merugikan semua pihak.
Beruntungah pemerintah pusat - yang menyaksikan fenomena tersebut sejak lama - tidak tinggal diam. Namun tidak terburu-buru mengambil keputusan. Mengambil keputusan dengan langkah hati-hati adalah bijaksana. Mengingat, di tahun politik, bisa berpotensi digiring ke isu miring. Bahkan bisa dijadikan "amunisi" bagi opisisi untuk menyerang.
Joko Widodo sebagai petahana, dalam menyikapi dualisme kepemimpinan di BP Batam belum lama ini menggelar rapat terbatas.
Hasilnya, melalui siaran pers yang dikeluarkan Biro Pers Media Informasi Istana, 13 Desember 2018 silam, dikeluarkan pernyataan bahwa:
1. BP Batam tidak dibubarkan
2. Jabatan Kepala BP Batam, dirangkap secara ex-officio oleh Wali Kota Batam.
3. Pengelolaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB) Batam, tetap dilakukan oleh BP Batam, yang dipimpin secara ex-officio oleh Wali Kota Batam.
4. Sedang disiapkan aturan atau regulasi yang akan mengatur pelaksanaan rangkap jabatan Kepala BP Batam secara ex-officio oleh Wali Kota Batam.