Mohon tunggu...
Edy Supriatna Syafei
Edy Supriatna Syafei Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Tukang Tulis

Selanjutnya

Tutup

Sosok Pilihan

Memusuhi Jurnalis Tak Bakal Untung

10 Desember 2018   20:08 Diperbarui: 10 Desember 2018   20:47 726
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jengkelnya Calon Presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto tehadap wartawan sudah di ubun-ubun. Lewat pidatonya di hadapan penyandang disabilitas, Prabowo malah blak-blakan mengecam pers yang diklaim sudah tak berimbang. Foto | Liputan-6

Media yang mengusung portel web pun makin agresif. Belakangan ini sudah melengkapi dirinya dengan konten video disamping berita terkini yang makin cepat dan lengkap, dapat dilihat oleh publik sejauh jaringan internet tersedia, kapan dan dimana pun.

Saya pikir tim juru bicara Prabowo tahu pers kerja pers. Bahwa setiap media massa memiliki segmen masing-masing. Karena itu kebijakan redaksinya pun berbeda-beda dalam menggarap suatu berita. Pertanyaannya, apakah Pak Prabowo yang kita hormati itu tidak diberi masukan?

Saya sangat gembira bahwa kini makin tumbuh kesadaran bahwa kewajiban bagi setiap redaktur adalah melengkapi data, menambahkan keterangan atau penjelasan jika kedapatan berita yang masuk wilayah garapannya masih belum baik.

Redaktur wajib mempercantik, melengkapi keterangan sehingga berita yang dipasok makin jelas, jernih dan pemirsa atau pembaca memperoleh informasi lengkap. Hal ini menjadi penting lantaran persaingan antarmedia online makin ketat. Jangan dipusingkan lagi adanya ancaman redaktur tugasnya tergusur karena kehadiran media sosial makin banyak.

Publik pun harus memahami bahwa interpretasi yang ditangkap seorang terhadap setiap peristiwa bisa berbeda-beda. Misal, kasus humor dari seorang pelawak yang tampil di layar kaca atau televisi bisa mengajak banyak orang tertawa. Namun latar belakang yang menyebabkan lahirnya tawa pada setiap orang pada suguhan banyolan pelawak itu berbeda-beda.

Bisa pula soal jumlah pengungkapan peserta aksi 212 yang dipermasalahkan itu.   

Pers itu ibarat pedang bermata dua. Maka, pandai-pandailah memainkannya. Jika belum bisa memainkan pedang, apa salahnya berbaik hati dengan awak media guna memenangkan pertandingan.

Dalam sejarahnya, pers tak pernah kalah dengan penguasa karena ia terus memperjuangkan kemerdekaannya. Dan, kemerdekaan pers yang ada sekarang adalah hasil perjuangan. Bukan datang dari langit.

Sejarah pun mencatat, Kaisar Napoleon mengakui kepiawaian pers untuk memenangkan pertempuran.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosok Selengkapnya
Lihat Sosok Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun