Tentu saja, ucapan Prabowo tak sampai di situ saja. Tapi yang jelas pernyataannya telah melukai perasaan awak media dan menuai kecaman.
Pandangan penulis, liputan pers pada aksi reuni itu cukup proporsional. Pers tetap menempatkan pemberitaannya berimbang. Sayangnya, momentum itu tak dimanfaatkan para elite aksi untuk memanfaatkan media. Misal memberi pernyataan poin-poin yang dicapai pada aksi itu dan menyampaikan ucapan simpatik kepada awak media yang telah meliputnya.
Bagaimana kalau Prabowo dijawab oleh awak media dan disuruh menghitung jumlah peserta sendiri. Bisa jadi, tambah blepotan. Ia bakal tambah tersinggung dan sesuai wataknya akan memaki awak media.
Prabowo seolah mengibarkan rasa permusuhan kepada awak media. Karena ucapan itu, boleh jadi aksi tersebut akan meninggalkan bekas luka di benak awak media. Paling tidak, kedepan akan muncul suara: "Sudah bagus diliput. Tahun depan, untuk meliput lagi, pikir-pikir dulu deh?"
Karenanya, sungguh tidak salah jika Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi - Ma'ruf, Abdul Kadir Karding, menyebut agar awak media untuk berhati-hati apabila Prabowo Subianto menjadi presiden pada pilpres 2019 mendatang.
"Baru saja calon sudah memusuhi pers. Saya menduga kalau sudah berkuasa, pers dibredel. Hati-hati teman-teman pers itu," kata Karding.
Pernyataan Karding itu memang patut dicatat. Terlebih jika dibuka lembaran masa lalu. Pers nasional punya pengalaman buruk, pernah dibredel. Tentu saja pikiran para jurnalis dibawa ke zaman otoriter ketika Soeharo, mertua Prabowo Subianto, berkuasa. Kala itu awak media merasakan sakitnya kebebasan berpendapat dibungkem.
**
Mempersoalkan besaran jumlah peserta aksi atau pun penonton yang diungkap pers, sesungguhnya bukan sekali ini saja terjadi. Sejak zaman "bahuela" sudah terjadi. Siapa yang bisa tahu secara persis jumlah penonton final Persib vs PSMS? Siapa yang bisa menyebut secara tepat jumlah peserta aksi 212 belum lama ini?
Apa pun yang disampaikan reporter dari lapangan, sesuai dengan kewenangannya, redaktur wajib mempermasalahkannya. Tujuannya, agar kepercayaan kepada publik dapat terjaga. Di sini, kerja pers sudah berjalan sesuai prosedur. Lantas, mengapa awak media harus dimusuhi hanya soal sepele?
Kini perkembangan pers, sebagai institusi pemberitaan, berjalan demikian dinamis. Masing-masing perusahaan media menunjukan jati dirinya kepada publik dengan segmen khusus misalnya sebagai media berita, media hiburan (entertainment), iklan melulu sampai konten ceramah agama. Atau kombinasi pesan yang disampaikan kepada khalayak luas.