Mohon tunggu...
Edy Supriatna Syafei
Edy Supriatna Syafei Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Tukang Tulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ikan dan Air, Gambaran Kehadiran Agama dan Budaya

2 Desember 2018   10:58 Diperbarui: 2 Desember 2018   10:58 375
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Budaya etnis Betawi dan akulturasi budayanya. Foto | Dokpri

Tidak satu pun negara steril dari pengaruh globalisasi. Pada tataran kebudayaan, globalisasi yang dimaknai sebagai proses modernisasi kesejagatan menghasilkan dua hal. Pertama, dapat memberikan kesejahteraan dan kemajuan bagi bangsa.

Tapi, kedua, ini sisi buruknya. Globalisasi berdampak negatif terhadap tatanan kehidupan masyarakat itu sendiri. Mengapa, dari realitas yang ada, modernitas yang diperkenalkan globalisasi cenderung serba rasional, pragmatis, materialistis, hedonistis dan temporal.

Fenomena penyimpangan sosial di tengah kehidupan seperti perilaku koruptif, pornoaksi, penyalah-gunaan narkoba, demoralisasi dan fenomena desakralisasi pernikahan adalah contoh dampak negatif dari proses globalisasi di masyarakat kita.

Di tengah pengaruh kesejagatan itu, harus diakui bahwa Indonesia masih memendam potensi konflik. Suara elite politik tentang pluralitas bangsa masih bersifat imajiner. Kala bersinggungan dengan suku, agama, ras dan antargolongan (SARA) umat terbawa pada posisi tegang.

Agama memag memiliki kekhasan yang tidak dapat didialogkan, tetapi hanya dihormati. Namun kita pun sadar bahwa setiap agama memiliki ajaran kedamaian yang dapat diimplementasikan bersama-sama sebagai kekuatan untuk hidup dalam suasana rukun.

Kita harus melihat hubungan sosial  yang tidak harmonis perlu dimaknai sebagai dinamika masyarakat yang sedang bersama-sama mencari bentuk sistem dan struktur sosial yang diinginkan.

Apa sih kerukunan itu?

Pandangan orang tentang kerukunan itu berbeda. Ada yang memaknai sebagai nirkekerasan atau tidak adanya kekerasan. Tapi ada yang memaknai sebagai orang-orang tidak terancam, tidak mengalami luka-luka, tidak ada penghilangan nyawa oleh tindakan orang atau kelompok lain. Namun ada pihak memaknai kerukunan sebagai terpenuhinya rasa aman dan keadilan ekonomi dari sistem yang berlaku, sampai terhapusnya diskriminasi ras, etnis, dan agama.

Untuk mencapai semua itu, harus dipahami bahwa kerukunan tidak tiba-tiba datang dari langit. Membangun kerukunan itu tidak mudah. Semua pihak penting menyadari betapa indahnya kerukunan itu dalam suasana persaudaraan dan keragaman. Kerukunan tak akan terwujud hanya dengan pengakuan kemajemukan agama sebagai fakta sosial.

Mewujudkan kerukunan membutuhkan beberapa sikap yang harus dikembangkan, seperti:  kesetaraan, empati, sikap positif, sikap mendukung dan keterbukaan untuk mengakui perasaan dan pikiran.

Peran Seniman

Belum lama ini penulis menyaksikan pertunjukan wayang golek. Sang dalang, ketika membawakan cerita, menyelipkan pesan-pesan berupa nasihat. Esensinya dari pesan itu mengajak penonton untuk menyikapi persoalan yang terjadi di tengah masyarakat dengan sikap bijaksana. Dengan cara itu, sang dalang dengan segala kepiawaiannya, ketegangan yang terjadi di masyarakat dapat diminimalisir.

Di kesempatan lain, penulis menyaksikan pertunjukan lenong di Kampung Cikuda. Di sini, para pemain kesenian khas Betawi itu mampu mengocak perut penonton dengan jenaka. Kadang, dengan banyolannya yang khas, terselip pesan-pesan agar penonton tidak terjebak kepada perbuatan negatif.

Biasanya, dalam pertunjukan lenong, di antara pemain sudah saling paham humor-humor yang harus disampaikan. Penonton dibawa untuk menertawakan dirinya sendiri terhadap fenomena yang tengah terjadi di masyarakat.

Maka, tidak berlebihan jika ada yang mengatakan bahwa seniman punya peran strategis. Bahkan perannya sangat penting sebagai penyuluh agama.  Jadi,  seniman juga seorang komunikator yang handal dalam menyampaikan pesan moral dan etika kepada umat, sehingga ajaran agama membumi dan menjadi panduan praktis bagi umat manusia.  

Dalam Agama Hindu, seniman disamping menguasai gerak tari, tembang, dan atribut seni sakral lainnya, ia juga sebagai penafsir ajaran agama agar senantiasa relevan dengan situasi dan lingkungan yang berubah dengan cepat.

Menyadari peran seniman juga sebagai komunikator yang handal dalam menyampaikan pesan moral dan etika kepada umat, maka ia dituntut selalu meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya mengingat perubahan lingkungan sekitar demikian cepat.

Indonesia sangat khas

"Indonesia sangat khas. Indonesia sangat kaya dengan berbagai ragam budaya. Indonesia juga sangat agamis. Antara nilai agama dan budaya tidak bisa dipisahkan dalam konteks Indonesia," ungkap Menag Lukman Hakim Saefuddin.

Sayangnya,  belakangan ada kasus "benturan" budaya dan agama;  sesuatu yang tidak terjadi sebelumnya. Budaya yang mengandung nilai spiritualitas dan agama yang membutuhkan budaya sebagai ruang aktualisasi, tiba-tiba seperti berhadapan antara satu dengan yang lain. Karena itu perlu disikapi agar keindonesiaan kita bisa terjaga.

Kita patut gembira bahwa dewasa ini para seniman ikut memberi kontribusi dalam memajukan pesan-pesan moral melalui kesenian gambus dan musik lainnya. Masih banyak kesenian lain seperti di Bali diangkat ke publik untuk menangkal budaya tidak senonoh dari Barat.

Sejatinya, pemerintah perlu mendorong kesenian untuk meningkatkan pemahaman umat terhadap agamanya masing-masing. Ruang berkesenian tidak cukup dengan menghadirkan gedung kesenian, tetapi juga memberi ruang bagi seniman untuk mendukung penyampaian pesan keagamaan.

Festival kesenian terasa makin dibutuhkan bagi bangsa Indonesia di tengah krisis moral. Utamanya degradasi moral bangsa melalui kemasan budaya "tak senonoh" yang belakangan ini membuat para orang tua merasa prihatin.

Sejatinya, kita tengah mengalami krisis berkesenian. Jangan-jangan kita tak kenal budaya sendiri. Tarian tradisional dari daerah bernuansa sakral lenyap, wayang kulit atau pun golek makin ditinggalkan para anak muda. Sementara orang bule aktif belajar kesenian kita.  

Ada baiknya penulis mengutip pernyataan Menteri Agama terkait dengan Permufakatan Yogyakarta hasil Sarasehan pada 2-3 November 2018 yang diikuti pelaku seni dan pemuka agama.  Yaitu:

1) menyatakan prihatin atas terjadinya gesekan di kalangan masyarakat terkait budaya dan agama;

2) menyerukan kepada para tokoh agama untuk menanamkan kesadaran kepada masyarakat bahwa tujuan akhir dari ajaran agama adalah untuk membentuk akhlak mulia, yang dengannya masyarakat berinteraksi sosial secara tertib, toleran, saling menghormati satu dengan lainnya, berperilaku sabar dan menahan diri, serta bersyukur atas anugerah keragaman bangsa Indonesia;

3) menyerukan kepada para tokoh budaya untuk terus mengembangkan produk-produk kebudayaan yang menghargai karakter dasar masyarakat Indonesia yang sangat menjunjung tinggi nilai-nilai relijiusitas.

4) mendorong pemerintah untuk mengembangkan model pendidikan yang dapat menciptakan jembatan antara relijiusitas, nasionalitas, dan etnisitas bangsa Indonesia;

5) mendorong pemerintah agar menjadikan karya seni, karya sastra relijiusitas, serta artefak-artefak kebudayaan lokal sebagai bagian dari kurikulum pendidikan dalam rangka membentuk kebanggaan atas identitas keragamaan dan kebudayaan bangsa Indonesia.

6) mendorong pemerintah dan para penyelenggara pendidikan untuk secara sistematis dan berkelanjutan menanamkan ajaran-ajaran moral dasar khususnya bagi anak-anak dan generasi muda tentang nilai kerjasama, tanggungjawab, kejujuran, disiplin, mandiri, dan ajaran untuk tidak menerima sesuatu yang bukan haknya.

7) menyerukan kepada semua pihak agar melakukan internalisasi nilai dan moral agama secara substantif, menghindari pemikiran diskriminatif terhadap tafsir keagamaan lain, menyadari bahwa keragaman adalah takdir dan anugerah Tuhan kepada bangsa Indonesia, serta menjadikan spiritualitas sebagai basis kemanusiaan dan kebudayaan yang otentik.

Catatan; sumber bacaan satu dan dua

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun