Festival kesenian terasa makin dibutuhkan bagi bangsa Indonesia di tengah krisis moral. Utamanya degradasi moral bangsa melalui kemasan budaya "tak senonoh" yang belakangan ini membuat para orang tua merasa prihatin.
Sejatinya, kita tengah mengalami krisis berkesenian. Jangan-jangan kita tak kenal budaya sendiri. Tarian tradisional dari daerah bernuansa sakral lenyap, wayang kulit atau pun golek makin ditinggalkan para anak muda. Sementara orang bule aktif belajar kesenian kita. Â
Ada baiknya penulis mengutip pernyataan Menteri Agama terkait dengan Permufakatan Yogyakarta hasil Sarasehan pada 2-3 November 2018 yang diikuti pelaku seni dan pemuka agama. Â Yaitu:
1) menyatakan prihatin atas terjadinya gesekan di kalangan masyarakat terkait budaya dan agama;
2) menyerukan kepada para tokoh agama untuk menanamkan kesadaran kepada masyarakat bahwa tujuan akhir dari ajaran agama adalah untuk membentuk akhlak mulia, yang dengannya masyarakat berinteraksi sosial secara tertib, toleran, saling menghormati satu dengan lainnya, berperilaku sabar dan menahan diri, serta bersyukur atas anugerah keragaman bangsa Indonesia;
3) menyerukan kepada para tokoh budaya untuk terus mengembangkan produk-produk kebudayaan yang menghargai karakter dasar masyarakat Indonesia yang sangat menjunjung tinggi nilai-nilai relijiusitas.
4) mendorong pemerintah untuk mengembangkan model pendidikan yang dapat menciptakan jembatan antara relijiusitas, nasionalitas, dan etnisitas bangsa Indonesia;
5) mendorong pemerintah agar menjadikan karya seni, karya sastra relijiusitas, serta artefak-artefak kebudayaan lokal sebagai bagian dari kurikulum pendidikan dalam rangka membentuk kebanggaan atas identitas keragamaan dan kebudayaan bangsa Indonesia.
6) mendorong pemerintah dan para penyelenggara pendidikan untuk secara sistematis dan berkelanjutan menanamkan ajaran-ajaran moral dasar khususnya bagi anak-anak dan generasi muda tentang nilai kerjasama, tanggungjawab, kejujuran, disiplin, mandiri, dan ajaran untuk tidak menerima sesuatu yang bukan haknya.
7) menyerukan kepada semua pihak agar melakukan internalisasi nilai dan moral agama secara substantif, menghindari pemikiran diskriminatif terhadap tafsir keagamaan lain, menyadari bahwa keragaman adalah takdir dan anugerah Tuhan kepada bangsa Indonesia, serta menjadikan spiritualitas sebagai basis kemanusiaan dan kebudayaan yang otentik.
Catatan; sumber bacaan satu dan dua