"Saya berani untuk sekolah," ungkap Mamat, yang tak diketahui nama lengkapnya.
Pada suatu kesempatan, penulis bersasma rombongan alumni Fakultas Hukum angkatan 20 (FH'20) Universitas Trisakti mendatangi salah satu Base Camp milik Yayasan Satu Untuk Semua. Di situ  terlihak keceraiaan para bocah pemulung. Suara gelak tawa dengan sesekali jeritan suara anak kecil melengking terdengar makin seru.
Mereka menyuarakan hafalan yang disampaikan pengajar. Ketika itu, memang, anak-anak pemulung berkumpul untuk belajar, berkesenian dan saling membagi cerita dengan rombongan alumni Fakultas Hukum angkatan 20 (FH'20) Universitas Trisakti.
"Malaikat pun akan tahu kemampuan anak-anak di situ," ujar seorang relawan asing.
Mereka, para anak pemulung itu, seolah tak kenal lelah. Giat belajar adalah kunci menggapai sukses. Itu sudah disadari. Karena itu, bau tak sedap sehari-hari bukan menjadi penghalang untuk mencerdaskan diri mereka sebagai anak bangsa.
Di situ, para bocah tidak pernah mengeluh meski persoalan sampah kadang menjadi komoditas (permainan politik), menarik dan diangkat media massa lantaran pernyataan pemimpin negeri tengah tergiur dengan duit.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H