Mohon tunggu...
Edy Supriatna Syafei
Edy Supriatna Syafei Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Tukang Tulis

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Genderuwo Minta Tumbal

10 November 2018   10:36 Diperbarui: 10 November 2018   12:08 1144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kedua kakinya mengecil. Mata cekung memerah, dengan kedua bola mata melesak ke dalam. Badan kurus kering dan hanya kepala yang semakin besar. Kondisi fisik seperti itu makin sulit dipulihkan. Bocah yang baru masuk aqil balik, usia remaja, itu direkomendasikan oleh dokter sebagai kekurangan gizi.

"Saya tidak terima. Mana mungkin. Ilham berangkat ke Jogja dalam kondisi bugar, sehat dan bisa berkomunikasi dengan baik, tiba-tiba sakit seperti itu," kata Pak Ngah kepada iparnya yang baru menjenguk Ilham di kediamannya.

Ilham baru saja sepekan kembali dari Jogja. Sebelumnya ia adalah pelajar teladan dan berprestasi. Seperti juga kebanyakan anak di Pontianak, melanjutkan pendidikan lebih tinggi di Tanah Jawa adalah suatu kebanggaan. Jogja adalah kota pelajar yang diminati para pemuda di kota hantu itu.

Dan, sudah menjadi idaman sejak menuntut ilmu di sekolah lanjutan atas, Ilham punya animo tinggi kuliah di kota tersebut. Dan, Ilham beruntung karena dengan mudah bisa melanjutkan pendidikannya ke salah satu perguruan tinggi 'kesohor' di kota gudeg itu.

Sayangnya, baru menjalankan perkuliahan dua bulan ia jatuh sakit. Ibu kosnya, janda kaya di pinggir kota 'gudeg' , Jeng Wiji'ah, mengaku prihatin atas penderitaan yang dialami mahasiswa asal Pontianak itu. Ia ikut memberi biaya Ilham pulang kampung bersama orang tuanya. Sebagai tanda simpati.

**

Pak Ngah mengaku kepada adik iparnya, Juned, kala menjemput Ilham ke Jogja dirinya selalu mimpi buruk. Sering didatangi manusia besar, berwajah kasar dan jelek. Tampilannya menyeramkan. Hal serupa juga terjadi kala awal mengantarkan ke rumah kos milik Jeng Wiji'ah, dirinya melihat sosok bayangan asing. Mahluk asing itu sepertinya selalu hadir dalam mimpi-mimpi buruknya.

"Tak ade lagi jalan keluarkah?" Pak Ngah membuka percakapan dan minta saran kepada Juned. Kedua insan ini ngobrol seusai magrib, serius. Namun Juned tak segera menjawab pertanyaan Pak Ngah. Ia malah diam. Terpaku. Pak Ngah, entah mengapa, juga ikut diam.

Lalu, kedua orang tua ini kemudian merenung, memikirkan nasib Ilham yang divonis dokter sebagai sakit kekurangan gizi. Padahal, Ilham sebelumnya bugar luar biasa. Ilham adalah sosok pemuda yang rajin berolahraga dan banyak ikut kegiatan sosial di masjid. Tak pernah meninggalkan shalat lima waktu.

"Bile kita merenung terus, ape ke depan hendak dibuat," Pak Ngah bicara dengan logat Melayu dan memecah keheningan.

Saat mereka bicara apa yang hendak dilakukan itu, suara kucing mengeong di luar makin keras. Tak seperti biasa, suara lolongan anjing ikut meramaikan suara kucing seperti hendah kawin. Juned menangkap ada firasat buruk.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun