Mohon tunggu...
Edy Supriatna Syafei
Edy Supriatna Syafei Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Tukang Tulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[Cemburu] Perempuan Boyolali ini Bikin Cemburu

5 November 2018   07:58 Diperbarui: 5 November 2018   20:41 719
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi, Jamu Gendong tetap eksis. Foto | Pendidikan60detik.blogspot.com

"Kentang sepikul, lu nantang gue pukul".

"Itu prinsip. Kalo ada nyang nantangin jangan ditolak. Apa lagi kalo orangnya mau merebut Fitri," ungkap Bang Thamrin kepada para pengojek yang tengah berkumpul di kawasan Ceger.

Sudah dua hari Bang Thamrin sering wara-wiri ke pangkalan ojek. Golok pemberian mamangnya, Toha selalu diselipkan di pinggang, sedikit terlihat dari balik baju. Cincin dari Pak Kiai Damin, ulama beken dari  Banten, selalu dikenakan di jari manis tangan kanan. Warnanya merah, diikat perak. Tak terlalu besar sih bentuknya. Cuma sebesar biji gundu.

Bisa jadi dengan cincin itu, kalau ada orang yang kepalanya kena tonjok Bang Thamrin bisa benjol. Malah mungkin bengkak seperti bak pau.

Para pengojek sering mempertanyakan mengapa Bang Thamrin sekarang ini telihat cemas. Kadang nampak emosional jika diajak ngobrol. Selidik punya selidik, ternyata Bang Thamrin uring-uringan lantaran sudah semingguan nggak pernah ketemu Fitri Dewi, tukang jamu gendong yang menempati rumah kontrakan di Gang Temun.

Dari pembicaraan orang sekampung, Bang Thamrin mengaku-ngaku sebagai pacarnya. Tapi Fitri sendiri mengaku belum punya ikatan, masih menjadi perempuan bebas tanpa ikatan dengan lelaki mana pun. Sejak perempuan itu datang ke kawasan Ceger, daerah pinggiran Betawi, Fitri menjalani profesi sebagai tukang jamu sesuai dengan keahliannya yang dibawa dari desa di Boyolali.

Kebetulan ia selama sepekan tak berdagang jamu. Pasalnya, ia harus membantu kakaknya, Fatiem yang tinggal di lain gang. Gang Renum, hanya berjarak 300 meter dari rumah kontrakannya. Kakak-beradik perempuan itu punya profesi berbeda, Fitri sebagai tukang jamu gendung sedangkan Fatiem bersama sang suami, Wijo, sebagai tukang ba'so.

Belakangan Bang Thamrin baru tahu dari tukang ojek bahwa Fitri tengah berada di Gang Renum, rumah kontrakan kakaknya Fatiem. Maka, legalah perasaan Bang Thamrin sekarang. Pokoknya, sudah ada kabar dimana Fitri berada sekarang.

"Gue selempang, khawatir kenapa-kenapa!"

Bang Bogel yang mendengar jawaban Bang Thamrin seperti itu makin yakin bahwa perempuan itu sudah ditek. Sudah dipagerin. Fitri sudah berada di bawah kekuasaan Bang Thamrin.

"Jadi, aman sekarang yang bang," kata Bogel dalam suatu obrolan di bale pangkalan ojek.

**

Dasar Bogel. Ia tak bisa memegang rahasia. Baru diajak makan bareng sama Bang Thamrin, hatinya sudah terpikat dengan kemurahan jawara pinggiran Ceger. Bogel ternyata tak bisa dipegang omongannya. Lain di bibir lain di hati, sebuah ungkapan populer bagi orang yang tengah jatuh cinta.

Bogel memberi tahu bahwa Fitri, tukang jamu yang cantik itu sudah banyak yang mengantre untuk dijadikan isteri resmi. Bukan menjadi "madu", diduain atau menjadi isteri ketiga sekalipun. Pokoknya hanya bersedia sebagai isteri resmi.

Mendengar celoteh Bogel, Bang Thamrin nampak gelisah. Tapi, ia berusaha tenang agar Bogel terus nyerocos, dapat bercerita lebih dalam lagi tentang sosok perempuan asal Boyolali itu. Dan, sang jawara pinggiran Ceger itu pun berhasil mengorek seluruh informasi sebagaimana juga didengar dari warga lainnya.

"Jadi, betul orang banyak berminat sama perempuan Boyolali itu," Bang Thamrin mencari ketegasan jawaban dari pengamatan Bogel.

Di antara orang-orang berminat menjadikan Fitri sebagai isteri, satu orang yang paling "ngebet".

"Ini informasi penting, Bang?" Kalau bukan bicara sama abang, nggak ada orang lain buka mulut."

"Kalo gitu, siapa dong orang yang lu maksud?" Bang Thamrin mendesak.

"Nggak jauh tuh orangnya. Tukang ojek juga?"

"Siape, kasih tahu. Lu ngomong kaya' kentut dan beol. Sama baunya?" Bang Thamrin kelihatan penasaran. Bogel tertawa kemudian melanjutkan celotehnya.

"Si Bowo, bang!"

Mendengar penjelasan Bogel seperti orang main kartu yang dipirit-pirit, Bang Thamrin nampak berusaha menahan emosi. Kalau Bogel dimarahi, bisa jadi lain waktu tak mau membuka mulut. Kalau dibaein, dielus-elus seperti seekor kucing, malah tambah senang. Apa lagi diberi uang pula.

Bang Thamrin melempar senyum kepada Bogel sambil menepuk punggungnya, lalu mengucap terima kasih. Tak lama, Bang Thamrin mengarahkan pandangan ke jalan. Giginya gemeretak, tangan bergetar dan mengepal keras.

Tapi ia tetap saja berusaha tampil ramah di hadapan Bogel. Hanya, bicaranya jadi melambat dan bersuara serak-serak basah. Lantas, ia minta agar Bogel terus mengawasi keberadaan Fitri di rumah kontrakan kakaknya di Gang Renum. Ada tambahan tugas untuk Bogel, harus mengawasi si Bowo. Bang Thamrin kini khawatir Bowo sering keluyuran ke Gang Renum.

**

Merasa ngebet dan takut Fitri direbut Bowo, maka Bang Thamrin harus mengambil sikap tegas. Fitri, pikirnya, harus jatuh ke tangannya. Jadi bininya. Bowo harus diajak bicara. Kalo dia bersikeras, tak ada pilihan. Main keras juga harus dihadapi. Ilmu tenaga dalam dan kemahiran pencak silat harus dikeluarkan. Namun ia sadar, sesumbar tak perlu. Harus kalem menghadapi pentolan tukang ojek ini.

Kalau Bowo pernah main silat, sekalipun jadi ketua perkumpulan silat, nggak perlu ditakuti. Badannya saja kelihatan terlalu subur, mudah ditendang mundur. Gampang tersungkur. Paling banter dia punya keahlian teriak doang, pikir Bang Thamrin sambil berjalan ke kediaman mpoknya, Rogayah.

Tujuannya ke rumah empoknya, tak lain untuk minta pertolongan agar Rogayah segera datang ke kediaman kakaknya Fatiem. Bang Thamrin minta ketegasan Fitri, mau atau tidak.

"Oh, jadi lu udah gatel. Pengen kawin?" Rogayah menegaskan maksud Bang Thamrin yang hanya dijawab menganggukan kepala.

Soal beginian, bagi Rogayah bikin semangat. Apa lagi yang diminta adiknya itu untuk membuka pintu, sebagai langkah awal melanjutkan pembicaraan ke tahap pernikahan. Jadi, kunjungan pertama itu adalah memperkenalkan diri, silaturahim dan meminta kesediaan Fitri sebagai calon isteri Bang Thamrin.

"Aye, maunya, ingin dapat kabar iya atau tidak. Mau atau tidak jadi isteri aye mpok," Thamrin sambil memohon. Dan ia kemudian mengucap salam, ngacir dari kediaman Rogayah.

Bang Thamrin mencari akal untuk menghadapi si Bowo kalau saja sudah dapat jawaban dari Fitri. Diharapkan jawaban gadis manis asal Boyolali itu tidak melukai perasaannya. Namun hati panas Bang Thamrin masih berada di ujung kepala. Ia tengah dibakar cemburu setelah mendapat laporan dari Bogel. Padahal, Bowo tak punya minat sama Fitri. Kalaupun berjumpa di pangkalan ojek, itu sebatas minum jamu. Nggak ada urusan asmara antara tukang ojek dan tukang jamu di situ.

Soal Bowo ngebet dengan Fitri sebagaimana diceritakan Bogel, sesungguhnya itu karangan belaka. Cerita khayalan dari Bogel. Gitulah kira-kira. Kalau mau diumpamakan, berita bohong alias hoax. Mana mau Bowo meminta tukang jamu sebagai isteri. Apa lagi Bowo adalah sosok manusia tinggi hati. Ia tak lihat diri sendiri, padahal pekerjaannya tukang ojek semata.

**

"Mau, bersedia jadi bini lu. Lu kudu perbaiki diri kalo jadi suami yang baek," kata Rogayah ketika menyampaikan isi inti pokok maksud kedatangan ke kediaman Fatiem, kakak Fitri.

Udah perkenalkan diri, langsung bicara pada intinya. Di ruang tamu hadir Fitri dan suaminya Fatiem. Jadi, seisi rumah tahu apa isi pembicaraan yang diinginkan Bang Thamrin. Tapi, Fitri minta agar Bang Thamrin jangan sok-soan, sesumbar melulu. Fitri nggak suka lu banyak bacot, ngumbar omongan sebagai pacar.

Bang Thamrin mendengar petuah sang kakak hanya terdiam. Mulutnya seolah terkunci. Tertunduk di kursi tamu. Pembicaraan itu harus ditindaklanjuti, Bang Thamrin harus ke Boyolali. Minta langsung kepada orang tua Fitri di kampung sana.

"Jadi, harus ngelamar,"

"Lah, iyalah. Lu kudu pergi ke sana. Bawa anggota keluarga. Enyak, babe, encing, mamang, encang lu juga harus diajak. Sekalian bawa antaran lamaran. Jangan lupa sepasang roti buaya," jawab Rogayah dengan nada tinggi dan sewot.

Jangan pandang rendah mentang-mentang dia orang kampung. Minta Fitria secara terhormat. Jangan hina dia karena sebagai pedagang jamu. Harus dihormati sebagaimana mestinya.

"Tuh, lihat, kakaknya Fatiem. Dagang ba'so saja dagingnya harus didatangkan dari Boyolali. Daging sapi dari sana enak-enak. Satu ekor sapi saja harganya puluhan juta," Rogayah nyerocos bicaranya seperti petasan cabe rawit.

"Beda sama lu, gaya di atas motor melulu. Bukan buka bisnis," Rogayah mengingatkan.

"Iya, mpok," Thamrin membalas celoteh kakaknya dengan rasa senang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun