Misalnya, Al Fatih tidak bisa menyebut huruf P, Q dan K dan lainnya. Dari huruf yang tidak bisa disebut itu lalu guru terapi bicara melatih berulang-ulang kata-kata dengan huruf yang tak dikuasainya. Misalnya kata Apel, kata Kuku dan sebagainya. Lambat laun Al Fatih percaya diri jika menyebut kata-kata dengan huruf yang awalnya tak dikuasai.
Awalnya, ketika mau bicara suaranya lambat. Ia tidak dapat fokus untuk bicara kepada lawan bicaranya. Tapi ketika ada kata-kata yang dikuasainya, suaranya agak keras dan meninggi. Sekarang, ia sudah mampu berkomunikasi dengan rekan-rekannya di sekolah. Untuk menunjukan ia mampu bicara kepada eyangnya, melalui telepon genggam, dibawakan lagi berjudul Cicak di Dinding.
Bagi penulis, sungguh sangat disayangkan Al Fatih baru pandai bernyanyi dengan judul Cicak di Dinding. Mengapa bukan lagu anak-anak dengan judul Potong Bebek yang belakangan ini lagi 'hit'. Bisa juga lagu perjuangan Maju Tak Gentar (tergantung yang bayar). Mengapa pula tidak lagu berjudul Berita Kepada Kawan yang dibawakan Ebit G Ade yang pada akhir lirik lagu itu diakhir dengan kalimat  coba kita bertanya kepada rumput yang bergoyang. Mengapa juga tidak lagu dangdut Terajana yang banyak dibawakan om-om dan tante genit.
Mengapa harus Cicak di Dinding?
Pertanyaan itulah yang selalu terlintas dalam pikiran penulis. Apalagi suara Al Fatih nyaring sekali  ketika menyebut lirik lagunya pada kalimat  hap, lalu ditangkap. Siapa yang ditangkap, Fatih? Koruptorkah? Penyebar berita hoaks, atau artis pemakai narkoba? Entahlah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H