Mohon tunggu...
Edy Supriatna Syafei
Edy Supriatna Syafei Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Tukang Tulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Jangan Ubah Niat Ketika Melaksanakan Ibadah Haji

20 Agustus 2018   03:10 Diperbarui: 20 Agustus 2018   23:46 1781
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Puncak haji sudah masuk. Pergerakan jemaah memasuki kawasan Arafah tinggal menunggu jam. Jemaah dari Tanah Air, seperti pada tahun-tahun sebelumnya, ada yang memasuki kawasan tempat wukuf itu lebih awal. Mereka menyebutnya melaksanakan tarwiyah.

Sementara itu di Tanah Air, Umat Muslim pada Senin (20/8/2018) melaksanakan ibadah puasa dua hari menjelang Idul Adha. Para pengurus masjid sibuk menghimpun dana dari warga. Mereka, bagi yang mampu, mengeluarkan uang untuk membeli hewan lalu disembelih seusai melaksanakan shalat Idul Kurban.

Kesibukan juga terlihat di berbagai ruas jalan. Para pedagang sapi dan kambing selain disibukan mencari umpan juga terlihat wara-wiri melayani para pembeli.

Di Tanah Suci, bagi anggota jemaah haji, sejatinya melaksanakan tarwiyah tidak dianjurkan. Tapi ada yang meyakini sebagai amalan sunah dalam berhaji pada 8 Dzulhijah. Disebut tarwiyah lantaran pada zaman Rasulullah, Nabi Muhammad SAW, jemaah mulai mengisi perbekalan air di Mina sebagai persiapan wukuf di Arafah.

Kini para ulama Saudi Arabia tidak lagi memasukan tarwiyah dalam rangkaian ibadah haji. Kementerian Agama (Kemenag) pun ikut aturan di negara tersebut. Alasan lain, pelaksanaan tarwiyah bukan termasuk rukun atau wajib haji.

Tentang mana yang rukun dan wajid dalam berhaji, dapat dibaca pada tulisan sebelumnya (Sprit Haji dan Kemerdekaan RI). Mungkin ada baiknya penulis mengingatkan bahwa niat dalam melaksanakan ritual ibadah haji harus dipegang secara konsisten, sebagaimana ketika hendak bertolak ke Tanah Suci Mekkah dan Madinah.

Namun kendati niat sudah terpatri dalam lubuk hati, tidak mustahil bisa berubah dalam seketika. Mengapa?

Berubahnya niat itu dilatarbelakangi dengan penafsiran terhadap pedoman atau panduan dalam melaksanakan ibadah haji. Bisa pula karena ada kepentingan individu dalam kelompok, sehingga mengorbankan kepentingan yang lebih besar.

Sebagai contoh. Jika ada di antara anggota jemaah haji berkeinginan melaksanakan tarwiyah dan kemudian mengajak anggota lainnya, hal itu berpotensi merusak rasa persatuan kelompok bersangkutan. Bila itu terjadi, bisa melukai hati anggota jemaah lainnya. Lalu disusul suara sumbang, saling ejek karena tidak mau mendengarkan arahan pimpinan regunya. Sekalipun petugas penyelenggara ibadah haji (PPIH) memberi nasihat, pasti dapat dianggap angin lalu.

Karena itu, pihak PPIH Arab Saudi selalu tidak mau memfasilitasi bagi jemaah yang akan melaksanakan tarwiyah. Kalaupun ada anggota jemaah yang memaksa, yang bersangkuta diminta membuat pernyataan. Bahwa, jika dikemudian terjadi sesuatu, pihak PPIH tidak bertanggung jawab.

Pada puncak haji, dengan kemajuan teknologi informasi yang demikian hebat, kadang anggota jemaah haji di lapangan dibuat limbung. Misalnya, apakah seusai Arafah harus mengambil nafar awal atau nafar tsani. Pengalaman penulis, biasanya -- dari tahun ke tahun -- terjadi 'ketegangan' dan perbedaan pendapat di kalangan petugas Media Center Haji. Apakah itu kelompok Madinah, Mekkah atau Jeddah.

Mereka saling 'ngotot' mempertahankan argumentasinya masing-masing. Padahal, dalam panduan diarahkan untuk mengambil nafar awal. Sebab, petugas diharapkan segera membuat laporan liputannya. Bisa saja sih mereka mengambil nafar atau sanni. Tapi, kan repot bekerja sambil mengenakan kain ihram.

Nafar menurut bahasa adalah rombongan. Yang dimaksud rombongan di sini adalah keberangkatan Jamaah Haji meninggalkan Minna pada hari Tasyriq menuju Mekkah. Perbedaan nafar awal dan nafar tsani sesungguhnya tidak terlalu mencolok, hanya berbeda pada lamanya melontar jumrah dan mabit di Mina.

Bagi jemaah yang melaksanakan nafar awal, mereka melontar pada tanggal 10, 11 dan 12 Dzulhijah. Sedangkan yang mengambil nafar tsani, mereka melontar pada 10, 11, 12 dan 13 Dzulhijah. Syaratnya untuk nafar awal di antaranya sudah harus meninggalkan Mina sebelum waktu maghrib pada 12 Dzulhijah.

Jamaah yang mengambil nafar awal punya alasan, punya keperluan mendesak. Karenanya mereka memperpendek ritual hajinya

Terpenting dalam ritual haji adalah wukuf. Tak sah seseorang hajinya bila tak wukuf. Namun ada hal penting yang harus diperhatikan usai wukuf di Arafah. Pada tanggal 10 Dzulhijah, jamaah haji pada malam harinya langsung bergeser ke Muzdalifah untuk prosesi mabit dan mengambil kerikil lontar jumrah. Dari sini jamaah haji memiliki opsi untuk langsung ke Masjidil Haram guna melaksanan tawaf ifadhah, sai dan tahalul kemudian pada 10 Dzulhijah baru melempar jumrah aqobah dan mabit di Mina, atau dari Muzdalifah ke Mina terlebih dulu untuk melaksanakan lempar jumrah aqobah lalu tahalul, sementara tawaf ifadhah dan sai dilaksanakan belakangan.

Kemenag, dari tahun ke tahun, memfasilitasi jamaah yang sakit untuk menyelesaikan rukun ibadah haji melalui fasilitas safari wukuf.  

**

Hal lain yang kadang hati berubah dalam melaksanakan ibadah haji, wabil khusus saat puncak ritual ibadah haji, adalah menjaga suara hati. Kala hati tiba-tiba marah menyaksikan sesuatu peristiwa tidak berkenan, cepatlah meminta ampunan kepada Allah. Bisa jadi, saat itu yang bersangkutan tengah diuji ketetapan hati dalam beribadah.

Bisa pula mulut anda tidak terkontrol, ngoceh seorang diri atau memarahi teman, isteri, anak yang tengah mendampingi anda dalam perjalanan menuju tempat melontar. Bisa pula amarah anda cepat tersulut lantaran lingkungan saat itu dipenuhi manusia sedemikian banyak, satu sama lain punya kebutuhannya sendiri-sendiri dalam menyampaikan permohonannya kepada Sang Maha Pencipta.

Sementara di saat yang sama petugas PPIH tidak bisa memberi pelayanan optimal. Sebab, saat puncak haji, mobilitas mobil makin dibatasi. Petugas pun tak mungkin saat itu dapat memberikan pelayanan optimal karena perhatiannya pun terpecah-pecah ke berbagai tempat. Sayangnya, saat lalu lintas orang makin ramai, elite politik yang tengah menunaikan ibadah haji minta pelayanan melebih dari kemampuan petugas.

Disayangkan juga, kerap oknum elite dari Tanah Suci menyuarakan gambaran negatif tentang pelaksanaan ibadah haji di tengah pelaksanaan yang masih berlangsung. Seolah sudah mampu melakukan evaluasi hanya mendengarkan laporan sepihak. Biasanya, informasi macam itu ikut menyulut anggota jemaah haji yang tengah lelah menyelesaikan ritual pada puncak haji.

Saran penulis, berpengalaman sebagai petugas, agar hati tidak goyah dalam melaksanakan ritual haji maka kuatkan niat beribadah haji sebagaimana mestinya. Memang, semuanya terpulang kepada yang bersangkutan. Namun memohon kepada Allah adalah suatu kewajiban bagi manusia yang lemah.

Penulis hanya menyarankan, agar niat tidak berubah selama menjalankan ritual ibadah haji, bacalah doa ini sebagaimana diajarkan para ulama dan junjungan kita Nabi Muhammad SAW, yaitu:

Rabbabaa Laa Tuyigh Quluubanaa Ba'da Idz Hadaitanaa wa Hab Lana Mil-Ladunka Rahmatan Innaka Antal-Wahhaab.

"Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau; karena sesungguhnya Engkau-lah Maha Pemberi (karunia)." (QS. Ali Imran: 7)

Atau membaca ini; Yaa Muqallibal Quluub, Tsabbit Qalbi 'Ala Diinik

"Wahai Dzat yang membolak-balikkan hati, teguhkan hati kami di atas agama-Mu." (HR. Ahmad dan at Tirmidzi)

Dapat pula membaca:

Allaahumma Musharrifal Quluub, Sharrif Quluubanaa 'Alaa Thaa'atik

 "Ya Allah yang mengarahkan hati, arahkanlah hati-hati kami untuk taat kepadamu." (HR. Muslim)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun