Anak zaman now mungkin heran dan bertanya dengan judul di atas. Apa hubungannya spirit ibadah haji dan Kemerdekaan RI? Apakah lantaran hari Kemerdekaan RI ke-73 pada 2018 ini bertepatan dengan menjelang puncaknya ritual haji 1439 H?
Ya, memang, benar. Ibadah haji memiliki hubungan erat dengan Kemerdekaan RI. Sepintas, realitas hubungan itu tidak terlalu nampak. Padahal, dari dahulu hingga kini orang-orang yang berhaji telah memberi kontribusi besar bagi pendidikan akhlak di negeri ini. Termasuk membangun jiwa patriotik dalam memerdekakan negeri ini.
Mengapa?
Dulu, pada zaman penjajahan Belanda, banyak warga dari Tanah Air dicegah untuk menunaikan ibadah haji. Bahkan pemerintah kolonial membuat berbagai aturan meski pada akhirnya dibolehkan juga dengan syarat dan pengawasan ketat.
Dulu, pada zaman kolonial juga, hanya orang-orang yang telah berhaji sajalah yang dibolehkan mengenakan songkok putih. Bila hal itu dilanggar, maka konskuensinya bisa dipanggil dan ditanyai oleh para antek penjajah.
Dulu, ketika itu, orang Indonesia yang hendak menunaikan ibadah haji mendapat tekanan demikian berat. Pasalnya, bagi penjajah, selalu saja orang yang sudah menunaikan ibadah itu - sepulangnya ke Tanah Air - memiliki jiwa patriot tinggi. Mereka lebih berani menghadapi tentara Belanda disamping juga memiliki kemauan untuk bersatu memerdekakan negeri ini dari penjajah.
Jadi, orang-orang yang baru pulang ibadah haji pasti diawasi karena menjadi ancaman bagi kolonial. Realitas itu sungguh terjadi.
**
Bila kita cermati praktek ritual haji, seperti yang dilakukan sekarang ini, memang ada beberapa hal yang menguatkan seseorang mengapa setelah pulang ibadah haji dapat berubah. Lalu mereka demikian heroik saat itu.
Alasannya, pertama, ketika seseorang telah memasang niat ibadah haji dan menginjakan kaki di Mekkah dan Madinah, maka di dalam diri yang bersangkutan tertanam keyakinan bahwa mereka telah mempertaruhkan hidupnya dalam beribadah. Apakah akan mati atau tidak. Di sini, ia telah berpasrah kepada Allah semata.
Proses penyerahan diri kepada Allah itu jadi pembelajaran sehingga makin menguatkan keyakinan dan tercermin dalam perbuatan.
Kedua, kala mereka mengenakan pakaian ihram. Dengan mengenakan pakaian tersebut ia sejatinya tengah menjalani proses simbolik, yaitu berlatih mati.
Ihram adalah bagian dari rukun haji yang tidak boleh ditinggalkan. Jika ditinggalkan, hajinya tidak sah. Rukun haji itu adalah ihram, wukuf di Arafah, thawaf ifadha, sa'i antara shafa dan marwah.
Nah, dalam berhaji juga ada yang wajib tidak boleh ditinggalkan. Jika ditinggalkan, maka yang bersangkutan harus membayar Dam (menyembelih kambing) dan hajinya tetap sah. Yang termasuk wajib dalam haji antara lain ihram dari miqat, wukuf di Arafah sampai matahari terbenam, bermalam (mabit) di Mina (11 dan 12 Dzulhijjah). Melempar jumrah pada hari-hari Tasyriq, tahalul, thawaf wada'.
Tentang ihram ini memang dalam berbagai literatur demikian banyak dikupas. Di sini penulis membatasi diri. Namun ada beberapa larangan ketika seseorang sudah mengenakan ihram. Di antaranya tidak dibolehkan menutup kepala bagi lelaki, menggunakan pakaian berjahit, diharamkan berburu, dilarang mencukur, memotong kuku. Setelah berihram dilarang menggunakan minyak wangi, dilarang nikah atau menikahkan, berhubungan suami-isteri dan masih banyak lagi.
Ketiga, bahwa ketika berada di Tanah Suci dalam menunaikan ibadah haji, seseorang sejatinya tengah dibersihkan hatinya sebagaimana harapan ia tatkala berangkat, banyak meminta ampunan. Di sana, permohonan ampunan itu makin ditingkatkan ketika shalat di Masjidil Haram. Dengan demikian, hati menjadi bersih. Tentu saja, melalui hati yang bersih, seseorang akan mengenal mana yang hak dan batil.
Kemerdekaan Indonesia, yang kini sudah dinikmati selama 73 tahun, sejatinya tidak dapat dilepaskan dari spirit haji. Lihat, dalam sejarah tercatat nama-nama pejuang Indonesia yang telah berhaji seperti Haji Agus Salim, Haji Oemar Said Tjokroaminoto, Abdul Malik Karim Amrullah (Hamka), Ahmad Dahlan, Mohammad Hasjim Asy'arie, Idham Chalid dan sejumlah haji-haji lainnya.
Jadi, dalam sejarah kemerdekaan, peran orang-orang yang telah menunaikan ibadah haji demikian besar kontribusinya bagi kemerdekaan RI.
Jika pada saat itu sering digaungkan 'hidup atau mati' dalam membela RI, maka sesungguhnya para pejuang tersebut sudah memiliki bekal berlatih mati. Sebab, sungguh orang yang hendak menunaikan ibadah haji itu sudah harus ikhlas meninggalkan berbagai hal yang menyangkut duniawi. Ia siap mati.
Hal itu bisa dilihat ketika hendak berangkat, ia minta doa dalam acara walimatus safar. Seluruh anggota keluarga hadir, termasuk tetangga dan teman-teman. Di situ, orang yang hendak berhaji bertanya dalam hati, apakah ia akan selamat dalam perjalanan itu atau Allah punya kehendak lain.
Sunggu, haji mabrur adalah ibadah utama dalam Islam. Ibadah ini sama dengan jihad dalam rangka menghapus dosa-dosa.
Kini, dalam perayaan HUT RI ke-73, kita berharap spirit haji dapat menjadi inspirasi sebagai penjaga moral bangsa. Tantangan para haji sekarang memang beda. Kalau dulu bersama memerangi kezaliman kolonial, sekarang adalah memerangi kebodohan, kemiskinan, korupsi dan kejahatan lainnya.
Ibadah haji punya peranan penting bagi peningkatan moral bangsa. Para haji mabrur sangat diharapkan memberi kontribusi energi positif bagi bangsa pada masa kini dan mendatang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H