Mohon tunggu...
Edy Supriatna Syafei
Edy Supriatna Syafei Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Tukang Tulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Eyang Utik Jangan Kirim Pembantu Cantik

14 Agustus 2018   15:09 Diperbarui: 14 Agustus 2018   17:32 1194
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Padahal gaji Somad tiap bulan sudah diserahkan kepada isterinya. Karena itu untuk mendatangkan pembantu, Somad harus mencari pinjaman di kantor. Itu pun nanti dibayar dengan cara cicilan.

Somad baru saja mengangkat telepon genggam. Begitu tombol dipencet, Eyang Utik menyahut dan langsung menanyakan kabar dua cucunya. Bagaimana tentang sekolahnya, tentang keadaan rumah dan hal-hal remeh-temeh ditanyai. Somad sendiri belum sempat mengeluarkan kata-kata. Tetapi Maisyaroh dengan cepat mengambil HP dari tangan Somad dan mengambil alih pembicaraan.

Katanya, "Eyang, jangan cari seperti pembantu sebelumnya. Terpenting, pembantu jangan cantik dan genit, Itu aja. Mau dikirim satu, dua sampai tiga pembantu boleh. Semua pasti dibayar. Pokoknya, pembantu tidak boleh cantik dan genit di sini. Titik."

Somad yang menyaksikan istrinya bicara seperti itu kini jadi tersadar. Bahwa, Maisyaroh ternyata cemburu dengan pembantu. Kembalinya para pembantu sebelumnya bukan disebabkan tidak bisa kerja, bukan tidak bisa melayani majikannya, tetapi karena diusir. Caranya, dicarikan berbagai kesalahan yang kemudian dijadikan alasan agar si pembantu tidak betah.

Somad pun makin tambah sedih. Bagaimana kalau pembantu yang dikirim Eyang Utik nanti tetap saja orangnya cantik dan genit. Sebab, ukuran cantik dan genit dari sisi setiap orang berbeda-beda. Ini bisa petaka lagi. Hanya karena alasan genit dan cantik, lalu dicarikan kesalahan meski kerjanya sudah apik dan benar.

Ini benar-benar kelewatan, pikir Somad.  Pantas rumah tangga tidak stabil. Ini adalah cerminan jalannya pemerintahan sekarang. Sebab, apa yang dikerjakan pemerintah dinilai 'miring' oleh kubu lawan politiknya.

Dulu, mencuat kriminalisasi ulama. Eh, ketika ulama diajak dan diangkat jadi wapres, mengemuka isu agama tengah dimainkan. Dulu, partai dipisahkan antara partai surga dan neraka. Ketika elite politik yang diklaim partai surga tertangkap operasi tangkap tangan, jurus ngeles dikeluarkan. Alasannya inilah, anulah.. banyak alasan untuk membela diri.

Beruntunglah Somad. Ia tetap bertahan dalam kesabaran. Jika saja dalam berumah tangga ia meladeni 'irama permainan' isterinya yang pencemburu itu, maka bisa jadi rumah tangganya sudah lama bubar. 

Kini Somad tinggal berharap Eyang Utik dapat mengirim pembantu yang mengerti 'watak' isterinya,  Maisyaroh, sosok wanita pencemburu, cerewet bagai radio rusak dan membosankan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun