Esensi dari pemberlakukan sistem zonasi adalah memberengus ketidak-adilan dalam pendidikan berkasta dan sudah terlanjur berjalan bertahun-tahun. Sayangnya, implementasi di lapangan tanpa disertai sosialisasi yang matang dan mantap.
Harusnya memang sistem zonasi PPDB dapat memberikan kesejukan kepada siswa, orang tua murid dan masyarakat. Belajar dari kasus ini, ke depan, penerapan sistem zonasi diharapkan memberi kepastian keberlangsungan pendidikan peserta didik dan menghilangkan praktik-praktik kecurangan demi menjaga karakter siswa.
Kita pun sepakat bahwa penyalahgunaan SKTM sebagai efek dari kebijakan zonasi  harus dihindari. Kebijakan sistem zonasi masih harus diperkuat untuk menghindari adanya praktek diskriminatif, karena kini hanya melibatkan sekolah negeri yang menjadi kewenangannya. Padahal, sekolah yang berada di bawah Kementerian Agama  - dengan dukunga dana APBN pula -- tidak disertakan. Padahal, UU Pendidikan kita menganut bahwa pendidikan berlaku secara nasional.
Lihat, jika siswa hendak masuk sekolah Islam Cendekia di Serpong, masih tetap mengandalkan tingginya nilai siswa.
Namun kita pun mengakui sistem zonasi diarahkan untuk melindungi siswa tidak mampu secara akademik dan ekonomis dapat diterima di sekolah berkualitas, sebab cara seleksinya tidak mutlak mendasarkan pada nilai ujian nasional, tapi berdasarkan jarak rumah.
Sistem zonasi, diharapkan menjamin pemerataan akses layanan pendidikan bagi siswa; mendekatkan lingkungan sekolah dengan lingkungan keluarga; menghilangkan eksklusivitas dan diskriminasi di sekolah, khususnya sekolah negeri; membantu analisis perhitungan kebutuhan dan distribusi guru. Sistem zonasi juga diyakini dapat mendorong kreativitas pendidik dalam pembelajaran dengan kondisi siswa yang heterogen.
Tak kalah penting, sistem ITC (Information and Communication) Kemendikbud diperkuat kala berlangsung penerimaan peserta didik baru. Harapannya, kecemasan orang tua sisa dapat diminimalisir.
Dengan cara demikian, maka upaya  mewujudkan penerapan Penguatan Pendidikan Karakter (PPK), dengan kegiatan pembiasaan sikap dan perilaku positif di sekolah yang dimulai berjenjang -  mulai  pendidikan SD sampai SLTA, dapat direalisasikan.
Berikut saya kutip Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 14 tahun 2018 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru pada TK, SD, SMP, SMA, Sekolah Menengah Kejuruan atau bentul lain yang sederajat.
(1) Sekolah yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah wajib menerima calon peserta didik yang berdomisili pada radius zona terdekat dari Sekolah paling sedikit sebesar 90% (sembilan puluh persen) dari total jumlah keseluruhan peserta didik yang diterima.